Hai semuanya. Chloe sudah kembali :D Maaf yaa, Chloe baru aja nyelesein UAS Chloe :D Rasanya seneeng banget bisa balik lagi ke sini.
Jadi, sebentar lagi Natal datang :D Chloe paling suka sama natal. Semoga kalian semua mendapatkan hari natal yang menakjubkan yaa bulan ini. Btw, hari ini tanggal 11.12.13 :D ada event apa nih kalian?
Hari ini Chloe rencananya mau edit tampilan blogger nih jadi Christmas Edition. Berhubung laptop Chloe rusak kemarin, jadi Chloe kehilangan semua data Chloe :( Yang pasti semua cerita di sini bakal dilanjutin secepatnya yaa. Hasil ketikan Chloe hilang semua tapinya :( Sedih banget.
Selamat liburan yaa buat kalian yang sudah selesai ujian dan masuk hari-hari libur :) Tunggu post-post Chloe berikutnya! xoxo
Tuesday, December 10, 2013
Saturday, August 10, 2013
Annyeong!
Selamat Hari Raya Idul Fitri bagi yang merayakan :) Mohon maaf lahir dan batin ya.
Wah, maaf ya fan fictionnya sedang dalam proses pengerjaan nih. Charly belum kirim lanjutan Fan Fict-nya, jadi Chloe gak bisa post.
By the way, kalau mau tau lebih banyak tentang keseharian Chloe, ada nih di www.bennethsroom.blogspot.com
Chloe suka banget nge-post di blog. Semoga kalian suka ya ^^ tolong di follow juga ya
xoxo
Selamat Hari Raya Idul Fitri bagi yang merayakan :) Mohon maaf lahir dan batin ya.
Wah, maaf ya fan fictionnya sedang dalam proses pengerjaan nih. Charly belum kirim lanjutan Fan Fict-nya, jadi Chloe gak bisa post.
By the way, kalau mau tau lebih banyak tentang keseharian Chloe, ada nih di www.bennethsroom.blogspot.com
Chloe suka banget nge-post di blog. Semoga kalian suka ya ^^ tolong di follow juga ya
xoxo
Sunday, August 4, 2013
Tuesday, July 9, 2013
Princess Hours Fan Fiction (Part 4)
Attention : Ini hanya fanfiction yang Chloe buat. Semoga kalian menikmati ceritanya :)
Yang benar saja? Hari ini Min Hyo-rin akan masuk ke dalam Istana. Ibu Suri
mengundangnya untuk membicarakan kehamilannya itu. Semua orang di dalam Istana
membicarakan tentang masalah ini. Benarkah Pangeran Shin akan memiliki dua
orang istri di usianya yang begitu muda? Hal ini benar-benar memalukan nama
Istana.
Sementara menunggu kedatangan Hyo-rin, Chae-kyeong dan Shin menghabiskan
waktu mereka di dalam kamar Shin. Mereka duduk di atas sofa. Shin
membaca—seperti biasa—dan Chae-kyeong memainkan boneka teddy bear milik Shin.
“Kira-kira perempuan atau laki-laki, ya?” tanya Chae-kyeong sambil
mengangkat bonekanya ke udara.
“Menurutmu?” tanya Shin dengan dingin.
“Aku ingin anak perempuan,” kata Chae-kyeong, kemudian tertawa, “yang manis
dan cantik seperti ibunya.”
Kata-kata Chae-kyeong barusan membuat hati Shin begitu gembira. Dia
tersenyum, tapi Chae-kyeong tidak sedang memperhatikannya. Chae-kyeong mengira
Shin tidak tertarik dengan kabar kehamilan Chae-kyeong yang belum jelas
asal-usulnya.
“Bukankah sebaiknya anak laki-laki? Istana menuntutmu memberikan calon
putra mahkota berikutnya, bukan begitu?”
Chae-kyeong merengut. Kapan Shin akan setuju pada pendapatnya? Pria ini,
kenapa sih selalu sedingin itu? Apa dia tidak ingat kata-katanya beberapa hari
yang lalu? Tapi setelah berpikir cukup lama, Chae-kyeong setuju dengan
kata-kata Shin barusan. Seandainya dia melahirkan seorang putri, maka mereka
harus menunggu calon putra mahkota berikutnya. Dan kalau anak kedua yang lahir
adalah perempuan lagi, maka Chae-kyeong akan sepenuhnya gila menjadi ibu dengan
banyak anak.
“Tapi aku kan maunya perempuan. Ya, laki-laki juga bagus sih. Tapi nanti
dia sedingin kamu dan cerewet,” kata Chae-kyeong, kemudian menutup wajahnya
dengan boneka agar Shin tidak jadi memukulnya.
“Bukannya yang cerewet itu kamu?” kata Shin dengan kesal. Dia menutup
bukunya dan menaruhnya di atas meja. Kemudian dia menyentuh perut Chae-kyeong
yang tentu saja belum terlihat besar. “Apa kau benar-benar sedang hamil?”
Chae-kyeong kembali bingung. Bahkan dia pun tidak tahu apa-apa. Belakangan
ini dia sering mual dan tidak tahan mencium bau amis. Pelayan sudah tidak
menyuguhkan makanan laut untuknya, dan mengganti menu makanan dengan
sayur-sayuran.
“Kenapa? Kamu lebih seneng si Hyo-rin itu yang hamil, kan?” bentak Chae-kyeong.
Shin kebingungan harus bicara apa. Apakah dia harus menyiapkan plester agar
Chae-kyeong tak kembali membahas hal itu lagi? Dia bahkan sudah menyiapkan
mental untuk melawan Chae-kyeong dalam usaha memplester mulutnya nanti.
“Jujur saja, Shin. Mungkin sebentar lagi aku yang bakal didepak dari tempat
ini, karena si Hyo-rin itu—sesuai keinginanmu—berhasil memasuki Istana dalam
waktu singkat. O, akhir dari cerita Putri Mahkota, Shin Chae-Kyeong.”
Tiba-tiba Shin merangkul Chae-kyeong dengan kedua tangannya. Chae-kyeong
tak bisa berkata apa-apa. Jantungnya berdegup kencang.
“Kamu mau mati, ya? Sudah kubilang, kan, aku cuma suka gadis konyol bernama
Shin Chae-kyeong. Kamu masih belum mengerti?”
Chae-kyeong benar-benar merasa bahagia berada di dalam kehangatan Shin. Dia
ingin tetap seperti itu. Kalau dia bisa membekukan waktu, saat itulah yang akan
menjadi abadi. Tapi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan Chae-kyeong,
tiba-tiba seorang pelayan Chae-kyeong, yang merupakan pelayan setianya (dia
sudah ditugaskan kembali setelah Chae-kyeong merengek pada Shin),
terbirit-birit datang dan memohon maaf telah menyela.
“A-aa-aa—itu—katanya Nona Min Hyo-rin telah sampai di Istana. Hamba hanya
ingin memberitahu Putra Mahkota dan Putri Mahkota, bahwa saat ini Nona Min
Hyo-rin sedang berada di paviliun Ibu Suri. Beliau menitipkan pesan, bahwa
beliau akan senang hati berkunjung ke paviliun Putra dan Putri Mahkota setelah
selesai mengunjungi Ibu Suri.”
Chae-kyeong dan Shin terlonjak kaget. Mereka saling pandang selama beberapa
detik, sebelum akhirnya Chae-kyeong berlarian keluar dan kembali ke dalam
kamarnya. Dia berlari tersandung-sandung dan kemudian menjatuhkan diri ke atas
tempat tidurnya. Kedua pelayannya juga mengikutinya. Dengan panik mereka
membantu Chae-kyeong berdiri dan duduk di atas kursi meja rias.
“Apakah Putri baik-baik saja?” tanya salah satu pelayannya yang lebih
tinggi.
“Panggilkan Kepala Pelayan Choi,” kata Chae-kyeong tanpa ekspresi.
Beberapa saat berikutnya, Kepala Pelayan Choi datang dengan panik. Dia
memberikan hormat dan berkata, “Apakah Putri Mahkota mencari saya?”
Mata Chae-kyeong tidak lepas dari bayangannya di depan cermin. Dia terlihat
begitu menakutkan saat ini. “Rangkaikan kata-kata yang dapat membantuku
menjatuhkan Min Hyo-rin di depan dirinya sendiri.”
To be Continue....
****************************************
Maaf ya, yang kali ini agak pendekan, soalnya Chloe pingin save bagian serunya di part 5 mendatang :D Mohon tunggu part 5 nya, ya! Pasti seru banget deh waktu Chae-kyeong sama Shin ketemu lagi sama Min Hyo-rin! Mohon ditunggu ^^
btw, yang mau bagi bagi fan fiction, silahkan kirim e-mail ke hikari_tanimura16@yahoo.com. Persyaratannya silahkan lihat di sini klik!
Monday, July 1, 2013
Attention!
Jangan lupa untuk menyertakan nama penulis (Boleh nama panggilan, nama asli, atau nama yang kalian buat-buat sendiri untuk menutupi identitas asli kalian). Chloe dan Charly sangat senang jika kalian mau berpartisipasi dalam blog ini ^^ Jangan bingung untuk gambar cover tiap fan fiction, karena akan dibantu oleh Chloe.
Hal-hal yang harus disertakan dalam e-mail :
1. Nama pengirim (nama samaran atau nama asli).
2. Judul Fan Fiction.
3. Keterangan singkat kenapa menulis fan fiction tersebut.
4. Siapa saja pemeran dalam fan fiction tersebut.
5. Akan dibuat sekira-kiranya berapa bagian.
6. Gambar cover (tidak harus, karena bisa dibantu oleh Chloe. Jika ingin menyertakan juga boleh).
Perhatian! Fan Fiction tidak boleh hasil jiplakan dan tidak pernah dipublikasikan sebelumnya.
Terima kasih, readers :D Annyeong!
Thursday, June 13, 2013
Annyeong!
Chloe baru saja selesai Ulangan Kenaikan Kelas :D Readers juga udah nunggu-nunggu saatnya liburan yaa? By the way, Chloe juga salah satu Runners yang sukaaaa banget sama Running Man ^^ sudah nonton episode terbarunya belom?
Sunday, May 26, 2013
Dream High Fan Fiction (Part 2)
Writer : Chloe
Characters : Goo Hara, Choi Minho, Lee Eunhyuk, Krystal Jung, Victoria Song, Onew, Park Gyuri, Kang Jiyoung
Hara benar-benar tidak suka pertengkaran. Dia
lebih suka menyerah saja daripada seseorang terluka. Hara terus berjalan di
sepanjang jalan menuju halte bus terdekat. Bahkan di kondisi begini, dia tidak
bisa menemukan halte bus yang sudah sering dia gunakan untuk menunggu. Akhirnya
dia menemukannya beberapa menit kemudian dan memilih untuk berdiri, membiarkan
nenek yang baru saja sampai di halte bus duduk sambil menunggu bus datang.
Hara menundukkan wajahnya, menunggu dalam lamunan.
Dia suka berpikir, menjernihkan pikiran dan membayangkan sesuatu. Tapi
lamunannya itu buyar ketika sebuah kertas tersodor di hadapannya, membuat dia
terkejut dan langsung mengangkat wajahnya. Dia sedang menatap seorang pria,
yang dia lihat di dalam cafe tadi.
“Ambil lah,” kata pria itu.
Hara tidak berkutik. Orang ini memberikan formulir
Kirin miliknya untuk Hara. Kenapa dia begitu baik? Padahal mereka tidak saling
mengenal, dan apa pedulinya orang ini kepada seorang gadis yang baru dijumpanya
beberapa menit yang lalu?
“Kau simpan saja. Aku tidak terlalu berminat untuk
ikut seleksi,” kata Hara, tidak berani menatap mata pria yang sedang tersenyum
itu.
Pria itu tetap bersih-keras memberikan
formulirnya. “Kau harus ikut seleksi. Aku bisa mendapatkan formulir yang
Eunhyuk ambil darimu. Jadi tenang saja.”
Akhirnya Hara memberanikan diri untuk mengambil
formulir itu dari tangan pria tidak dikenal.
“Terima kasih,” kata Hara, tidak menunjukkan
ekspresi apapun. Pria itu tersenyum dan mengembangkannya dengan manis.
Akhirnya pria itu berbalik untuk pergi ke arah dia
datang, tapi baru sedikit berjalan, pria itu berbalik dan berkata, “Sampai
ketemu di hari seleksi.” Hara pun tenggelam dalam kata-katanya.
***
“Kirin?” Ayah Hara tersentak kaget, membuat
piring-piring di atas meja bergoyang. Hara dan kakaknya, Dongho, kehilangan
selera makan dalam sekejab. Dongho ingin menyalahkan Hara atas keadaan ayahnya
saat ini, tapi apa boleh buat, dia selalu berada di pihak Hara dibandingkan ke
ayahnya.
Setelah menaruh sarung tangan tahan panas, ibu
mereka ikut bergabung di meja makan. Dengan penuh semangat, dia mengambil
sumpit dan mulai menyumpiti daging-daging panggang. “Aku sudah setuju. Saat muda
aku juga cinta musik, jadi kupikir Hara mewarisinya.”
“Kau menyetujuinya? Sudah kubilang, kan, aku mau
mereka—“
“Hara seorang gadis. Biarkan anak perempuanku
mirip denganku,” kata ibu mereka sambil menyumpiti nasi.
Hara dan Dongho sudah mulai menggerakkan tangan
mereka yang kaku total. Ayah mereka terlihat geram, tapi tidak seseram saat
Dongho minta dibelikan mobil baru.
“Anak laki-laki seperti ayah dan anak perempuan
seperti ibu. Aku juga lebih suka anak perempuan yang menjadi seniman.” Ibu Hara
mengedip tersenyum ke arah putrinya itu. Hara juga membalasnya dengan senyuman
dan kikikan dalam hati.
“Tapi, tabungan hidup di Amerika kita—masa kita
gunakan untuk—ah, sudahlah,” kata ayah mereka terbata-bata. “Baiklah. Gaji Ayah
juga cukup besar. Jadi kita bisa menabung ulang. Ayah akan membiayaimu, Hara.”
Hara memekik kaget. Formulir di kamarnya kali ini
tidaklah sia-sia. Formulir yang sudah diisinya sepenuh hati akan segera kembali
ke pemiliknya, ke tempat dia akan memulai hal baru.
***
Latihan vokal, tarik nafas, olah raga, itulah yang
dilakukan oleh semua peserta seleksi beberapa hari ini. Saat ini, hari sudah
menggelap. Ini malam yang sangat mendebarkan, karena besok adalah hari Kamis dan
itu artinya seleksi akan dilaksanakan.
Waktu mengembalikan formulir, Hara tidak bertemu
dengan kelompok remaja waktu itu. Untung saja, kalau tidak dia pasti sudah
gila.
Hara sedang menunggu pagi di atas tempat tidurnya.
Matanya terpejam, walaupun dia tidak bisa tidur. Jiyoung dan Gyuri masih
berlatih di rumah mereka masing-masing. Mereka ingin mendapatkan hasil terbaik
dan pujian dari pemilik sekolah. Sepanjang hari Minho tertidur di kamar Onew,
sementara Onew sendiri sedang latihan dance. Onew sudah memaksa Minho bangun
berulang kali, tapi percuma saja. Sementara Eunhyuk, Krystal, dan Victoria,
mereka berlatih seharian penuh.
Pagi yang baru sudah tiba. Kirin sudah ramai
dikunjungi peserta. Beberapa peserta mengundurkan diri karena tidak percaya
pada kemampuan mereka. Yang bertahan sedang menunggu giliran di sebuah ruangan,
yang tersambung langsung dengan ruang seleksi.
Beberapa peserta telah tampil dan kebanyakan dari
mereka gagal total. Hal ini membuat peserta yang lain cemas dan gugup. Mereka
tidak bisa menghilangkan pikiran pesimis mereka.
Gyuri dan Jiyoung menggunakan mini dress serasih
berwarna putih. Mereka akan bernyanyi duet. Hara sendiri tidak menggunakan
sesuatu yang istimewa dan tidak mewah. Dia menggunakan cardigan, kaos, dan rok
yang sudah menjadi pakainnya sehari-hari. Mereka semua sedang menunggu giliran
di salah satu kursi tunggu, sambil menyaksikan penampilan peserta lain lewat
televisi yang terpasang. Di ujung sana, mereka dapat melihat jelas kelompok
remaja di cafe Sabtu lalu.
“Peserta nomor 73, Lee Eunhyuk,” kata suara di
speaker.
Pria galak di cafe waktu itu keluar dari
gerombolannya. Dia menggunakan sebuah topi klasik hitam. Jadi dia bernama
Eunhyuk?
Jiyoung, Gyuri, dan Hara menyaksikan kebolehan
pria itu bernyanyi. Dia menyanyikan lagu ‘It has to be You’ dari Yesung. Lagu
ini benar-benar menyayat hati, dan Eunhyuk menyanyikannya dengan sempurna.
Penampilan klasiknya, suaranya, penghayatannya mampu membuat seisi ruang tunggu
merasakan inti dari lagunya. Para juri pun terpukau. Juri-juri tersebut adalah
: Guru pria berperawakan galak, guru wanita pembagi formulir, pemilik sekolah,
dan seorang guru yang tak pernah kelihatan sebelumnya.
“Astaga, dia berhasil,” kata Gyuri, setelah juri
bilang bahwa dia diterima. Saat itu juga, Eunhyuk berlarian masuk dan tertawa
kepada teman-temannya. Mereka saling peluk dan tersenyum dengan riang.
“Peserta nomor 74 dan 75, Onew dan Choi Minho.”
Hara memperhatikan pria yang waktu itu memberinya
formulir. Pria itu menuju ruang seleksi bersama temannya. Jadi, dia bernama
Onew? Oh, bukan. Apa mungkin namanya Minho?
Kedua pria itu melakukan dance sambil bernyanyi,
yang akhirnya memukau. Suara mereka tidak pecah dan mereka hebat. Hara baru
sadar, ini lagu ‘Catch Me’ dari TVSQ. Mereka melakukan gerakan yang sama. Pria
waktu itu juga terlihat sangat hebat. Dia menari bersama irama. Juri-juri
mengatakan ya, dan mereka kembali masuk sambil berteriak.
Sekarang sudah akhir dari penampilan peserta
ke-101. Dua wanita dari gerombolan itu belum tampil juga, jadi ketiga pria itu
masih duduk di sana.
“Peserta nomor 102 dan 103, Park Gyuri dan Kang
Jiyoung.”
Gyuri dan Jiyoung bangkit dari tempat duduk
mereka. Mereka bertiga berpelukan. “Hwaiting!” kata Hara, menyemangati dengan
perasaan berdebar. Gyuri dan Jiyoung pun meninggalkan Hara sendirian bersama
tawaan Eunhyuk dan teman-temannya.
Tidak disangka, ternyata Minho mencuri pandang ke
arah Hara. Gadis itu tidak terlihat menyiapkan apapun. Pakaiannya biasa saja,
tubuhnya masih terlihat kecil walau tinggi. Sepertinya dia memang tidak
berminat.
Gyuri dan Jiyoung menyanyikan lagu ‘Only One’ dari
Boa. Perpaduan suara mereka tidaklah buruk, tapi tidak juga sempurna. Terjadi sedikit
kesalahan, tapi alhasil mereka diterima. Mereka kembali dengan gembira, memeluk
Hara sekuat tenaga.
“Tidak terlalu bagus,” kata Eunhyuk, berusaha
untuk bicara dengan keras. Gyuri dan Jiyoung membiarkannya. Mereka sudah cukup
senang.
“Peserta nomor 104, Goo Hara.”
Hara menyiapkan dirinya. Dia sudah cukup percaya
diri sekarang. Minho memperhatikan Hara berjalan menuju ruang seleksi. Jadi
gadis itu bernama Hara? Nama yang bagus, pikirnya.
Juri bertanya dia akan menyanyikan lagi apa. Hara
pun menjawab, “Should I Confess dari Soyu SISTAR.”
Hara memulai nada awalnya dengan sempurna. Dia
sendiri tenggelam ke dalam alunan musik yang menyayat hati. Orang-orang
mendengarkan dengan penuh perhatian. Semuanya hening. Saat Hara mulai
menghayati lagunya, dia tenggelam terlalu dalam, hingga akhirnya dia meneteskan
air mata. Guru perempuan yang duduk sebagai juri pun ikut menangis. Minho
memperhatikan Hara lewat televisi. Untung dia memberikan formulirnya, kalau
tidak gadis itu pasti menyesal. Suaranya merdu dan penghayatannya bagus.
Hara telah mengakhiri lagunya dan mengusap air
mata di pipinya. Juri-juri tersenyum ke arahnya. Mungkin ini pertanda baik.
“Penghayatanmu itu luar biasa. Aku suka,” kata si
guru perempuan.
“Aku menghargai penampilanmu,” kata si guru galak.
“Kau diterima, Nona Goo Hara,” kata sang pemilik
sekolah.
Hara kembali dengan tenang ke dalam ruang tunggu.
Jiyoung dan Gyuri memeluk Hara dengan gembira. Orang-orang di sekitar mereka
masih memperhatikan Hara, begitu juga gerombolan remaja di ujung sana. Minho
menyembunyikan senyum yang ingin dibentuknya, menganggap dirinya sendiri memang
hebat. Tanpa dirinya, gadis bernama Hara itu tidak mungkin jadi begini. “Jadi
namanya Goo Hara,” kata Minho dalam bisikan yang hanya dapat didengarnya
sendiri.
To be Continue....
Thursday, May 23, 2013
Princess Hours Fan Fiction (Part 3)
Writer : Chloe ♥
Attention : Ini hanya fanfiction yang Chloe buat. Semoga kalian menikmati ceritanya :)
Sudah dua hari penuh Chae-kyeong tidak berselera
makan. Dia terbaring di atas tempat tidurnya seperti nenek-nenek tua yang
sedang menunggu ajalnya tiba. Menurut Chae-kyeong apa yang sedang dilakukannya
tidaklah berbeda dengan menunggu ajal. Dia tidak punya semangat lagi untuk
bangun dan bicara. Walau sesekali Wang
Hoo mama (Ibu Shin) datang untuk menengok keadaannya yang semakin lama memburuk, Chae-kyeong
tetap tidak mengijinkan siapapun menyentuhnya saat ini.
Para dayang bersihkeras ingin masuk, tapi berulang kali Chae-kyeong
berteriak dan mengusir mereka dengan melempar barang ke pintu. Chae-kyeong
benar-benar sedang kacau. Dia nyaris gila.
“Shin akan membayar semuanya,” katanya di dalam hati.
Chae-kyeong sering tidur. Dia jadi semakin giat untuk tidur dan membenamkan
semua kekacauan dan isi hatinya. Kadang-kadang dia suka menangis di dalam
tidurnya.
Hari ini harusnya Shin pulang ke Korea. Dia berencana membeberkan semua
gosip buruk yang beredar belakangan ini kepada Chae-kyeong. Tapi rencananya
gagal setelah mendapat telepon pribadi dari Putri Hye-myung, kakaknya. Shin
kaget. Dia benar-benar tidak menduga Chae-kyeong akan mengalami kondisi buruk
seperti ini. Dia memutuskan untuk pulang lebih pagi dan sampai di Korea pada
siang harinya.
Sekarang sudah siang, dan Chae-kyeong sedang duduk di atas tempat tidur
sambil memegang ponselnya. Dia ingin bicara. Dia ingin mengatakan sesuatu
kepada orang lain. Dia letih dan ingin semuanya cepat berakhir. Jadi dia
memutuskan untuk menelepon Lee Kang-hyun, teman SMA-nya yang
paling bijaksana.
“Yoboseyo,” sapa Kang-hyun.
“Yoboseyo. Apa kau sedang sibuk?” Chae-kyeong tidak mengeluarkan semangat
seperti biasanya.
“Ada apa, Chae-kyeong? Kau bukan Shin Chae-kyeong, ya?”
“Aku harus bagaimana?” Chae-kyeong memulai kesedihannya. “Aku tahu kamu
pasti ngerti apa yang aku maksud. Jangan coba sembunyiin apapun sama aku. Kamu
bukan orang yang sama kayak orang-orang kerajaan, bukan begitu?”
“Aku lagi di dalam bus. Kita bisik-bisik saja, ya? Aku takut orang-orang di
sampingku menguping.”
“Lee Kang-hyun. Aku mau kamu serius dan engga nyembunyiin apapun. Aku capek
dibuat begini terus sama Shin. Dia pikir aku ini barang yang bisa ditukar—atau mungkin
dia memang mau menukar aku dengan Hyo-rin?” Chae-kyeong mengelap hidungnya
dengan tisue dan kembali bicara, “Setelah lulus sekolah Shin jadi semakin
perhatian, tapi apa benar dia tidak bisa melupakan Min Hyo-rin? Secepat inikah
kisah cinta Shin Chae-kyeong akan berakhir?”
“Bukankah Shin akan segera pulang? Kau harus menanyakannya setelah dia
pulang. Kurasa satu-satunya cara terbaik adalah bicara dengan suamimu itu.
“Lee Kang-hyun, kau tidak sedang bercanda? Kan seharusnya aku tertawa mendengar
kata-katamu barusan, tapi kenapa aku setuju—Ah, sudahlah. Aku sudah lelah bicara.
Kuputus ya.”
Chae-kyeong melempar ponselnya ke atas tempat tidur. Dia tidak sedang
bermimpi, kan? Dia sendiri bingung sebenarnya semua ini hanya mimpi atau
kenyataan?
Chae-kyeong mengambil boneka Shin dan melemparnya menubruk sofa. Bahkan
kalau dia bisa, dia ingin melempar Shin yang sesungguhnya. Kapan Shin akan
pulang? Kapan Chae-kyeong harus bersiap menendang pria itu? Kapan waktu yang
tepat?
“Pi Koon Mama, Putera Mahkota datang berkunjung,” kata salah
seorang pelayan.
Chae-kyeong terlonjak kaget. Dengan otomatis dia
berdiri dan menemukan Shin sedang menatapinya lekat-lekat. Chae-kyeong berusaha
membuang mukanya, tapi pria itu telah menariknya mendekat dan kemudian
memeluknya erat.
“Percayalah padaku, bahwa aku tidak akan berbuat
jahat padamu. Percayalah padaku, bahwa aku tidak pernah melakukan hal buruk di
belakangmu. Percayalah padaku, bahwa aku tidak bisa hidup tanpamu, Shin
Chae-Kyeong. Percayalah padaku, bahwa aku tidak pernah menyukai gadis lain.
Percayalah padaku—bahwa aku mencintaimu,” kata Shin, semakin mempererat
pelukannya.
Wednesday, May 15, 2013
Annyeonghaseyo! Chloe dan Charly kembali lagi. Mohon maaf ya, ternyata minggu-minggu ini jadi sulit untuk bikin fanfiction karena sudah mau ujian kenaikan kelas (>w<) uwaaa cepat sekali ya sudah mau naik kelasnya hehehe
readers semangat yaa untuk yang mau ujian atau lagi ujian atau sedang ujian hehehe (^-^) semoga kita semua dapat nilai yang bagus-bagus. Oh iya, yang kelas 6, 9, 12, semangat yaa! semoga hasil UN-nya daebakk!
yang sudah mau prom night, siapa? (o^-^)o sudah cari-cari video hairstyle gaya korea beluum?
Chloe dan Charly sedang semangat ngumpulin nilai buat rapot :D doakan kita yaa! tahun depan sudah mulai penjurusan! harus serius dengan nilai rapot kali ini. semangat!! hwaiting!!
readers semangat yaa untuk yang mau ujian atau lagi ujian atau sedang ujian hehehe (^-^) semoga kita semua dapat nilai yang bagus-bagus. Oh iya, yang kelas 6, 9, 12, semangat yaa! semoga hasil UN-nya daebakk!
yang sudah mau prom night, siapa? (o^-^)o sudah cari-cari video hairstyle gaya korea beluum?
Chloe dan Charly sedang semangat ngumpulin nilai buat rapot :D doakan kita yaa! tahun depan sudah mulai penjurusan! harus serius dengan nilai rapot kali ini. semangat!! hwaiting!!
Monday, May 6, 2013
Saturday, April 20, 2013
After a Long Time - Han Ji Min & Park Yoo Chun (Cast of Rooftop Prince)
By: Charly
After a Long Time
Semua televisi sedang penuh dengan berita hangat. Berita heboh dan
menggetarkan dunia perusahaan Seoul. Seorang pemilik perusahaan Home & Fashion ditahan polisi karena
telah menggelapkan uang perusahaan untuk kehidupan pribadinya. Han Baek Joo
–pemilik perusahaan Home & Fashion- belum
memberikan komentar mengenai tuduhan yang diberikan padanya.
Han Baek Joo dikenal dengan kebijaksanaan dan kedermawanannya. Pria
sepertinya anti melakukan penggelapan uang. Apalagi dia dikenal sebagai orang
yang rasa keadilannya sangat tinggi. Apa benar dia telah menggelapkan uang? Itu
masih tanda tanya besar.
Di tempat lain…
Bel sekolah berbunyi. Murid-murid berjalan keluar menuju gerbang
sekolah. Lain halnya dengan Ji Min, ia menuju taman bermain sekolah. Ji Min
duduk di salah satu dari dua ayunan di taman itu. Seseorang berteriak memanggilnya
dari jauh, “Hei Han Ji Min!”. Ji Min menoleh ke arah suara itu. “Apa kau ingin
kembali ke masa Taman Kanak-Kanak?” tambahnya. Orang itu memakai seragam yang
sama dengan Ji Min. Dia menghampiri dan duduk disamping ayunan gadis yang
dipanggilnya tadi. Ji Min hanya tersenyum padanya.
“Apa yang sedang kau pikirkan?”
tanya Yoo Chun, teman Ji Min yang tadi menghapirinya. “Besok Unnie berulang tahun yang
ke 13. Apa yang harus aku berikan kepadanya, ya? Kau punya ide?” kata Ji Min. “Bagaimana
kalau kita belikan makanan dan makan bersama-sama?” tanya Yoo Chun. Ji Min
mengangguk tersenyum senang.
Yoo Chun tersenyum dan menarik tangan Ji Min. Dia membawa Ji Min ke
sebuah toko kado kenalannya. Toko itu menjual barang-barang unik dan bagus, pilihan yang tepat
untuk membeli sebuah kado. “Pilihlah barang-barang unik di toko ini untuk
kakakmu,” Yoo Chun tersenyum. Ji Min membalas senyumnya.
Setelah selesai membeli barang,
mereka keluar dari toko itu. Para wartawan langsung menghampiri dan
mengkerumuni Ji Min. Yoo Chun terdorong keluar dari kerumunan wartawan. Ji Min ditanyai
berbagai pertanyaan yang sama sekali tidak dimengerti oleh gadis yang baru
berumur 10 tahun itu. Dia ketakutan dan hanya menutup telinganya dengan kedua
tangannya.
Yoo Chun mencoba menerobos para
wartawan itu. Dia menarik tangan Ji Min dan berusaha keluar dari kerumunan itu.
Bungkusan yang dipegang Ji Min terjatuh karena ia terus berusaha keras untuk
keluar bersama Yoo Chun. Mereka terus berlari menghindari para wartawan.
Akhirnya mereka berhasil lolos dari kejaran para wartawan dan
bersembunyi di taman sekolah sampai wartawan-wartawan itu menyerah mencari
mereka. Ji Min hanya duduk menangis di atas ayunan tempat biasanya ia duduk.
Yoo Chun memegang kedua pundak Ji Min dan menatapnya. “Ji Min-ssi, jangan
menangis. Aku akan selalu ada di sampingmu. Jadi, kau jangan takut. Em?” Yoo Chun
berusaha menenangkannya. Ji Min hanya bergumam. Yoo Chun menghapus air mata Ji
Min dengan kedua tangannya.
Dua buah mobil datang ke taman
bermain itu. “Bukankah mereka pengawal-pengawal ayahmu?” tanya Ji Min. “Apa
yang mereka lakukan di sini?” geram Yoo Chun. Beberapa pengawal menghampiri mereka.
Pengawal-pengawal itu akan membawa Yoo Chun pulang. Tetapi dia menolaknya. Dia
masih ingin bersama temannya, Ji Min.
Pengawal-pengawal itu membawa paksa Yoo Chun. Dia berusaha keras
melepaskan pegangan para pengawal yang menariknya. “Hentikan! Kenapa kalian
memaksaku untuk pulang? Apa ini perintah Ayah?!” teriak Yoo Chun.
Ji Min berusaha membantunya,
tetapi dia terdorong hingga terjatuh ke tanah. Yoo Chun semakin berusaha keras
melepaskan kedua tangannya dari genggaman pengawal-pengawal. Dia tidak
berhasil. Tenanganya kalah dengan tenaga orang dewasa. Akhirnya ia dibawa pergi
oleh pengawal-pengawal itu. Yoo Chun hanya bisa berteriak memanggil Ji Min,
begitu pula dengan Ji Min yang hanya bisa berteriak memanggilnya.
***
Ji Min pulang ke rumahnya.
Kakaknya langsung memeluknya ketika ia baru masuk dari pintu depan rumahnya.
“Ji Min-ah.. Apa kau tidak apa-apa? Apa kau terluka?” tanya Han Ga In sambil
memeriksa seluruh tubuh adiknya. “Unnie, apa yang terjadi?” tanya Ji Min. Han
Ga In mengajak adiknya ke dalam kamarnya.
Dia menceritakan apa yang telah
terjadi. “Aboji.. Aboji dituduh menggelapkan uang perusahaan. Sekarang Aboji sedang di kantor
polisi untuk dimintai keterangan. Semua bukti mengarah padanya, sulit bagi Aboji untuk mengelaknya,”
tutur Ga In. “Aboji, dia tidak mungkin melakukan itu kan, Unnie?” Ji Min meneteskan
air matanya. “Tentu saja. Ayah pasti akan bebas dari tuduhannya,” Ga In memeluk
adiknya. Dia juga meneteskan air mata. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh
seorang anak yang baru berumur 10 dan 13 tahun. Mereka berdua menangis bersama.
***
Seperti biasanya, setelah pulang
seolah Ji Min berada di taman bermain yang terletak di belakang sekolahnya. Dia
menatap langit. Kau kemana? Sudah dua
minggu tidak masuk sekolah. Aku merindukanmu, Yoo Chun-ssi.
***
16 tahun
kemudian..
Sebuah pesawat dari New York ke
Seoul baru saja tiba. “Ahh.. Akhirnya kita tiba di Seoul,” kata Eun Hye yang
kemudian menoleh ke pria di sebelahnya. Pria itu hanya tersenyum padanya. “Aku
ingin mengajakmu bertemu seseorang,” Eun Hye merangkul tangan pria itu.
“Mianhae, tapi aku ada janji dengan seseorang,” kata pria itu. Eun Hye
memanyunkan bibirnya. “Baiklah, tidak apa-apa,” Eun Hye tersenyum dan kemudian
mereka naik taksi yang berbeda.
Pria itu sampai di tempat
tujuannya. Sebuah taman bermain yang sedikit mengalami perubahan dari terakhir
dia lihat. Sekarang terlihat lebih modern. Dia duduk di salah satu ayunan dari
dua ayunan. “Terasa lebih sempit dari yang terakhir aku duduki,” dia tersenyum
gembira karena selama 16 tahun lamanya tidak bisa datang ke taman bermain
sekolahnya dulu. Aku datang, Ji Min-ssi.
Di Jinan..
“Terima Kasih. Datanglah lagi
jika kalian ingin berkunjung,” kata seorang gadis yang menundukan kepalanya
dengan sopan sambil tertawa ceria di hadapan para pengunjung asing. “Han Ji Min!” teriak
seorang gadis. Ji Min menoleh ke belakang. “A, Eun Hye-ah,” Ji Min menghampiri
temannya. Eun Hye memegang tangan Ji Min, “Bagaimana kabarmu? Sekarang kau bekerja sebagai
pemandu wisata?” Ji Min menjawab, “Em, seperti yang kau lihat, aku sangat baik.
Bagaimana denganmu?” Eun Hye menegakkan badannya. “Seperti yang kau lihat, aku
sangat baik,” katanya. Mereka tertawa.
Eun Hye adalah teman akrab Ji
Min. Mereka satu sekolah saat mereka duduk di bangku
Sekolah Menengah Atas. Eun Hye pindah ke Amerika, tepatnya ke kota New York,
pada saat ia berumur 20 tahun. Dia kuliah di sana, dan saat itulah ia
bertemu dan mengenal Yoo Chun.
“Dimana Ga In unnie? Aku ingin
bertemu dengannya,” kata Eun Hye sambil merangkul lengan Ji Min. “Aku akan
mengantarkanmu padanya,” jawab Ji Min. “Pekerjaanmu sudah selesai? Aku akan
menunggu sampai pekerjaanmu selesai,” tutur Eun Hye. “Aku sudah menyelesaikan
pekerjaanku. Aku akan minta pada bos untuk pulang lebih awal,” Ji Min tersenyum
senang. “Baiklah.” Mereka berjalan bersama.
***
Seorang pria dengan pakaian yang
mencurigakan sedang duduk di sebuah café yang terkenal bagus kualitasnya. Pria
itu meneguk kopi hangat sambil melirik ke pintu depan café tersebut. Topi
hitam, kacamata hitam, jas hitam, kemeja abu-abu, celana jeans hitam, dan
sepatu hitam. Berpenampilan seperti seorang detektif yang misterius.
Pintu café itu terbuka. Pria itu
langsung mengangkat tangannya ke atas seperti layaknya memberi kode. Orang yang
baru masuk ke café tersebut menghampirinya. “Omo! Kau ini seorang mata-mata, ya?”
kata Yoo Chun (orang yang menghampiri pria itu) dan kemudian tertawa.
“Diamlah! Seseorang bisa
mengenaliku,” pria itu menarik tangan Yoo Chun dan menyuruhnya cepat duduk.
“Aku seperti ini kan karena ingin bertemu denganmu, hyung,” lanjut pria itu.
“Tapi tidak berlebihan seperti ini kan?” Yoo Chun menahan tawanya. “Lepaskan
topi dan kacamatamu!” perintahnya. Pria itu menuruti kata-kata hyung-nya.
Dia memeluk Yoo Chun dan
berkata, “Hyuuung.. Aku sangat merindukanmu.” Hampir seluruh orang yang berada
di café itu menatap mereka. “Ya! Ini sangat memalukan. Orang lain bisa
mengenalimu,” ucap Yoo Chun. Ia melepaskan pelukan temannya itu. Pria itu
kembali duduk di tempatnya.
“Bagaimana hubunganmu dengan Eun
Hye noona?” tanya Soo Hyun, pria yang tadi berpenampilan misterius. “Berjalan
baik,” jawabnya. “Baguslah,” ucap Soo Hyun sambil meminum kopinya lagi. Yoo
Chun juga memesan kopi yang sama. Mereka bercakap-cakap seperti layaknya teman
lama bertemu kembali. Dan itulah kenyataannya.
Setelah itu, Soo Hyun mengajak
hyung-nya ke suatu tempat. Ia akan memperkenalkan seseorang yang ia nilai gadis
yang banyak bicara dan galak. Tetapi bagi Soo Hyun itu hanya penampilan luarnya
saja. Ia yakin bahwa gadis itu baik hati dan sangat manis.
KSH’s Style itulah tempat yang mereka tuju. “Kim Soo Hyun’s Stlye?”
tanya Yoo Chun. Soo Hyun mengangguk dan berkata, “Ini adalah ruangan khusus untuk
pakaianku. Dan kau akan segera bertemu dengan gadis yang kuceritakan itu.”
Han Ga In muncul di belakang Soo
Hyun dan membuatnya terkejut. “Mengejutkan saja!” tutur Soo Hyun. “Siapa dia?”
tanya Ga In. Soo Hyun belum sempat menjawab, seseorang datang ke ruangan
pakaiannya. “Yoo Chun-ssi? Kau ada di sini?” kata Eun Hye yang baru saja datang bersama
Ji Min. “Kebetulan sekali!” tambahnya. Eun Hye merangkul lengan Yoo Chun dan
berkata, “Nah, akan kuperkenalkan. Dia adalah kekasihku, namanya Park Yoo
Chun.”
Ji Min dan Ga In menoleh ke arah Yoo Chun. “Yoo Chun-ssi, ini adalah
Han Ji Min, teman SMAku. Yang ini kakaknya, namanya Han Ga In,” Eun Hye
memperkenalkan mereka dengan gembira. Han
Ji Min? batin Yoo Chun. Park Yoo
Chun? batin Ji Min. Mereka berdua saling menatap.
(to
be continued..)
Annyeonghaseyo! Unnie, Oppa, dan yang lainnya, apa kabar?
Kali ini Chloe mau kasih kabar kalau Chloe bakal ngepost fan fiction yang baru :D tapi ada kendala sedikit, jadi harus ditunda. Jangan kemana mana yaa! Fan fiction kali ini pasti kalian suka (^-^) Charly udah kirim ceritanya ke Chloe. Mohon bersabar yaa
Annyeong!
Kali ini Chloe mau kasih kabar kalau Chloe bakal ngepost fan fiction yang baru :D tapi ada kendala sedikit, jadi harus ditunda. Jangan kemana mana yaa! Fan fiction kali ini pasti kalian suka (^-^) Charly udah kirim ceritanya ke Chloe. Mohon bersabar yaa
Annyeong!
Wednesday, April 3, 2013
True Dream - Kim Shang Bum & Kim So Eun Fan Fiction (Part 4)
Writer: Charly
True
Dream
Kim
Bum pingsan dan tergeletak di atas jalan. So Eun panik dan segera minta
pertolongan pada keluarga Kim. Dengan cepat, mereka membawa Kim Bum ke rumah
sakit. Apa yang terjadi dengannya?
Mengapa tiba-tiba oppa pingsan? Sebelum
itu keadaannya masih baik-baik saja seperti biasanya. So Eun menangis melihat wajah Kim Bum yang pucat dan tak berdaya
juga khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Kenapa kau seperti ini? Bangunlah oppa.. Air mata So Eun mengalir
dengan deras.
Sesampainya
di rumah sakit, Kim Bum segera ditangani oleh dokter pribadinya. Dokter
pribadi? Itu sempat membuat So Eun bingung, tetapi dia tidak mau memikirkan hal
itu dulu. Dia hanya memikirkan keadaan Kim Bum yang saat ini sedang berada di
ruang ICU.
Keluarga Kim terlihat sedih. Nyonya Kim juga tidak tega melihat So
Eun yang tidak mengatahui apa-apa. “Ahjuma, sebenarnya apa yang terjadi
dengannya? Kenapa dia tiba-tiba pingsan di depanku?” tanya So Eun dengan suara
tersedu-sedu. “Lalu.. Apa maksudnya dengan dokter pribadi? Apa dia sering
pingsan seperti ini?” lanjutnya. Nyonya Kim menggenggam tangan So Eun dan mengajaknya
ke taman rumah sakit.
“Duduk dan tenanglah, aku akan menjelaskan semuanya.” Nyonya Kim mulai
bercerita.
“So
Eun, memang sudah seharusnya ahjuma menceritakan yang sebenarnya. Apa kau
ingat, dulu saat Kim Bum dan kau berusia 6 tahun, kami pindah rumah ke Seoul
bukan?” tanya nyonya Kim.
“Ne..
aku ingat,” jawab So Eun.
“Saat
di perjalanan menuju Seoul, mobil yang kami naiki mengalami kecelakaan.”
“Ke..
Kecelakaan?”
“Kami
semua selamat. Tetapi.. Kim Bum mengalami luka yang cukup parah di kepalanya.
Dia terlempar keluar mobil dan kepalanya terbentur keras ke jalan.”
“Apa?”
So Eun terkejut. Dia tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya.
“Akibatnya,
dia sering merasa sakit di kepalanya. Maka itu, dia harus terus check-up ke
dokter untuk meringankan rasa sakitnya. Dokter berkata, semakin lama dia dapat melupakan hal-hal
dalam hidupnya. Dia bisa lupa pada diriku juga padamu, So Eun-ah. Tidak dapat disebut sebagai amnesia, karena
dampaknya baru dirasakannya akhir-akhir ini. Maka itu,
bantulah dia agar tidak kehilangan ingatannya.” Nyonya Kim tidak dapat
menahannya, air matanya pun mengalir deras. Begitu pun dengan So Eun.
“Hei.. Jika suatu saat aku
akan melupakan semua hal, ada
satu hal yang tak ingin kulupakan dan aku tidak akan pernah melupakannya. Kau
tahu apa itu?”
“Aku tidak tahu. Memangnya
apa hal yang tidak ingin kau lupakan itu?”
“Kau.. Hal yang tidak ingin
kulupakan adalah kau. Walau aku lupa dengan semuanya, tapi aku tidak akan
pernah lupa kalau aku pernah mengenalmu.”
Oppa, kenapa kau tidak menceritakan hal ini
padaku? Kenapa? So Eun memandang Kim Bum dari luar kaca ruang ICU yang transparan.
***
Seminggu kemudian…
So Eun
datang ke rumah sakit untuk bertemu oppa-nya yang sampai saat itu belum tersadarkan
dari tidurnya. Wajahnya sangat bahagia. Saat membuka
pintu kamar tempat Kim Bum dirawat, ia langsung menjatuhkan keranjang buah dan berlari
menuju ruang dokter. Dokter Park (dokter pribadi Kim Bum) mengatakan bahwa Kim
Bum telah dikirim ke salah satu rumah sakit di Amerika.
“Keluarga
Kim telah memindahkannya ke Amerika. Mereka memutuskan untuk membuka lembar
baru untuk anak laki-lakinya,” kata dokter Park. “Apa maksud anda? Membuka
lembar baru?” tanya So Eun dengan wajah paniknya. “Kim Bum-ssi, dia tidak bisa
mengingat siapa-siapa. Tengah malam ia tersadar dari tidur lamanya. Dia tidak mengingat
siapa pun. Kami, para dokter tidak bisa melakukan apa-apa. Lalu keluarga Kim
segera memutuskan membawanya ke Amerika untuk memulai kehidupan Kim Bum yang
baru,” jelas dokter Park.
Mendengar
penjelasan dokter Park, So Eun keluar dari rumah sakit dengan wajah murung,
seolah telah kehilangan sesuatu yang berharga baginya.
So Eun
mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya. Oppa, kenapa kau jahat padaku? Kenapa kau harus pergi meninggalkanku
sebelum aku sempat memberitahukan hal ini padamu. Air matanya tidak dapat
berhenti mengalir dan terus menangis sepanjang jalan. Dia tidak tahu arah jalan
yang ia tuju. Langkah demi langkah ia berjalan tanpa mengetahui ada seseorang yang sudah cukup lama mengikutinya
dari belakang. Orang itu adalah Jung Il Woo. Jangan seperti ini, So Eun-ah. Harusnya kau tersenyum bahagia, bukan
menangis sepanjang jalan seperti ini.
***
Dua tahun kemudian..
“So
Eun-ah! Bagaimana kabarmu disana? Bogosipho..”
“Min
Ah eonni.. Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu? Nol bogosipdago, eonni.”
“Aku baik-baik saja. Kau
tahu, aku sangat bosan dengan dua pria disampingku. Mereka sama sekali tidak
mengasikkan. Apalagi Il Woo oppa, dia terlihat lebih diam. Mungkin dia merasa
kehilanganmu,” bisik Min Ah di telepon.
Lee
Seung Gi merebut ponsel Min Ah dari genggamannya.
“So
Eun-ah, cepat lah kau kembali. Lihatlah eonni-mu ini. Dia ini menjadi lebih
galak jika tidak ada kau.”
“Yaaa!”
teriak Min Ah dan memukul kekasihnya itu.
So
Eun hanya tertawa. Dia juga sangat merindukan saat-saat dimana ia berada
bersama mereka. Sebuah suara menghentikan lamunannya.
“So
Eun-ah? Hei, Kim So Eun?”
“Il
Woo oppa?”
“Kapan
kau pulang? Dua tahun kita tidak bertemu. Cepatlah pulang! Apa kau tidak
merindukan kami?”
“Mianhae,
oppa. Ada hal yang masih ingin aku kerjakan di sini.”
“Sepertinya
kau lebih suka tinggal di sana. Apa ada pria tampan di sana? Jangan-jangan kau
manfaatkan beasiswa belajar melukismu di Amerika untuk mencari seorang bule tampan?”
“Oppa!”
“Aku hanya bercanda.
Bagaimana belajar di sana?”
“Di sini
menyenangkan, aku sangat nyaman belajar di sini. Kemampuan melukisku pun
meningkat.”
“Benarkah?
Kau memang hebat!”
“Gomawo.”
“Kau
merasa kesepian?”
“Mm,”
gumam So Eun.
“Cepatlah
pulang. Segera selesaikan urusanmu. Oke?”
“Oke.”
“Jagalah
dirimu dengan baik! Kau harus selalu sehat.”
“Ne,
oppa.”
“Baiklah,
aku harus mengurus dua orang yang sedang bertengkar dibelakangku.”
“Ne,
annyeong.”
“So
Eun-ah..” panggil Il Woo sebelum mereka mengakhiri pembicaraan.
“Mm?”
gumam So Eun lagi.
“Bogosipho..”
“Bogosipho,
oppa.”
Mereka mengakhiri pembicaraanya. Kau masih mencarinya So
Eun-ah. Kau belum bisa melupakannya. Seseorang
memegang pundak Il Woo. “Oppa, kau mengakhiri pembicaraan dengan So Eun?” tanya
Min Ah. Il Woo mengangguk. “Yaaa! Kenapa kau tutup telephone-nya? Aku masih ingin
berbicara dengannya!” Min Ah memukul pundak Il Woo. “Kau ini.. Memangnya hanya
kau yang ingin berbicara dengan So Eun? Hah?” sambung Seung Gi. “Ahh.. Kalian
ini!” teriak Il Woo yang membuat kedua temannya itu saling menatap heran.
“Mungkin ini salah kita,” bisik Seung Gi.
“So
Eun-ah, jika suatu saat aku akan pergi lagi, apa yang akan kau lakukan?”
“Aku akan mencarimu.”
“Aku akan mencarimu.”
“Benarkah? Bagaimana kalau aku
pergi jauh?”
“Aku akan berusaha sampai bisa menemukanmu.”
“Apa kau sanggup?”
“Aku akan berusaha sampai bisa menemukanmu.”
“Apa kau sanggup?”
“Tentu saja.”
“Jika kau
berhasil menemukanku, bawalah serangkai bunga yang menjadi tanda pertemuan
kita.”
“Kenapa harus membawa
serangkai bunga?”
“Sebagai
tanda selamat bertemu kembali. Itu adalah sambutan
yang hangat, bukan? Jika kau
membawa serangkaian bunga itu, artinya kau bersungguh-sungguh
mencariku.”
“Oppa, kau ini seorang pria. Kenapa
menyukai bunga?”
“Karena aku penasaran bagaimana rasanya
seorang pria diberi serangkai bunga dari seorang wanita.”
Oppa, selama dua tahun aku selalu membawa
serangkai bunga. Aku yakin suatu saat kita akan bertemu. Aku tidak akan
menyerah mencarimu. Sebelum aku menemukanmu, aku tidak ingin pulang ke Seoul. So
Eun bangkit dari duduknya. Serangkaian
bunga digenggamannya. Ya, selama dua tahun ini ia selalu membawa
serangkai bunga kemana pun ia pergi pada waktu luang.
Dia
berjalan-jalan di sekitar taman. Kakinya terhenti saat dia melihat sosok pria yang ia kenal. Oppa? Apa itu kau? So Eun berlari mendekati pria
itu. “Oppa? Kim Bum oppa?” So Eun menarik
tangan pria itu dari belakang. “Ini benar-benar kau. Akhirnya aku bisa menemukanmu.
Aku berhasil, oppa!” So Eun tersenyum bahagia dengan mata yang berlinang-linang
namun menahan air matanya yang akan jatuh mengalir. “Kau kenal aku?” tanya
pria itu.
Subscribe to:
Posts (Atom)