Saturday, April 20, 2013

After a Long Time - Han Ji Min & Park Yoo Chun (Cast of Rooftop Prince)


By: Charly

After a Long Time

Semua televisi sedang penuh dengan berita hangat. Berita heboh dan menggetarkan dunia perusahaan Seoul. Seorang pemilik perusahaan Home & Fashion ditahan polisi karena telah menggelapkan uang perusahaan untuk kehidupan pribadinya. Han Baek Joo –pemilik perusahaan Home & Fashion- belum memberikan komentar mengenai tuduhan yang diberikan padanya.

Han Baek Joo dikenal dengan kebijaksanaan dan kedermawanannya. Pria sepertinya anti melakukan penggelapan uang. Apalagi dia dikenal sebagai orang yang rasa keadilannya sangat tinggi. Apa benar dia telah menggelapkan uang? Itu masih tanda tanya besar.

Di tempat lain…

Bel sekolah berbunyi. Murid-murid berjalan keluar menuju gerbang sekolah. Lain halnya dengan Ji Min, ia menuju taman bermain sekolah. Ji Min duduk di salah satu dari dua ayunan di taman itu. Seseorang berteriak memanggilnya dari jauh, “Hei Han Ji Min!”. Ji Min menoleh ke arah suara itu. “Apa kau ingin kembali ke masa Taman Kanak-Kanak?” tambahnya. Orang itu memakai seragam yang sama dengan Ji Min. Dia menghampiri dan duduk disamping ayunan gadis yang dipanggilnya tadi. Ji Min hanya tersenyum padanya.

                “Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Yoo Chun, teman Ji Min yang tadi menghapirinya. “Besok Unnie berulang tahun yang ke 13. Apa yang harus aku berikan kepadanya, ya? Kau punya ide?” kata Ji Min. “Bagaimana kalau kita belikan makanan dan makan bersama-sama?” tanya Yoo Chun. Ji Min mengangguk tersenyum senang.

Yoo Chun tersenyum dan menarik tangan Ji Min. Dia membawa Ji Min ke sebuah toko kado kenalannya. Toko itu menjual barang-barang unik dan bagus, pilihan yang tepat untuk membeli sebuah kado. “Pilihlah barang-barang unik di toko ini untuk kakakmu,” Yoo Chun tersenyum. Ji Min membalas senyumnya.

                Setelah selesai membeli barang, mereka keluar dari toko itu. Para wartawan langsung menghampiri dan mengkerumuni Ji Min. Yoo Chun terdorong keluar dari kerumunan wartawan. Ji Min ditanyai berbagai pertanyaan yang sama sekali tidak dimengerti oleh gadis yang baru berumur 10 tahun itu. Dia ketakutan dan hanya menutup telinganya dengan kedua tangannya.

                Yoo Chun mencoba menerobos para wartawan itu. Dia menarik tangan Ji Min dan berusaha keluar dari kerumunan itu. Bungkusan yang dipegang Ji Min terjatuh karena ia terus berusaha keras untuk keluar bersama Yoo Chun. Mereka terus berlari menghindari para wartawan.

Akhirnya mereka berhasil lolos dari kejaran para wartawan dan bersembunyi di taman sekolah sampai wartawan-wartawan itu menyerah mencari mereka. Ji Min hanya duduk menangis di atas ayunan tempat biasanya ia duduk. Yoo Chun memegang kedua pundak Ji Min dan menatapnya. “Ji Min-ssi, jangan menangis. Aku akan selalu ada di sampingmu. Jadi, kau jangan takut. Em?” Yoo Chun berusaha menenangkannya. Ji Min hanya bergumam. Yoo Chun menghapus air mata Ji Min dengan kedua tangannya.

                Dua buah mobil datang ke taman bermain itu. “Bukankah mereka pengawal-pengawal ayahmu?” tanya Ji Min. “Apa yang mereka lakukan di sini?” geram Yoo Chun. Beberapa pengawal menghampiri mereka. Pengawal-pengawal itu akan membawa Yoo Chun pulang. Tetapi dia menolaknya. Dia masih ingin bersama temannya, Ji Min.

Pengawal-pengawal itu membawa paksa Yoo Chun. Dia berusaha keras melepaskan pegangan para pengawal yang menariknya. “Hentikan! Kenapa kalian memaksaku untuk pulang? Apa ini perintah Ayah?!” teriak Yoo Chun.

                Ji Min berusaha membantunya, tetapi dia terdorong hingga terjatuh ke tanah. Yoo Chun semakin berusaha keras melepaskan kedua tangannya dari genggaman pengawal-pengawal. Dia tidak berhasil. Tenanganya kalah dengan tenaga orang dewasa. Akhirnya ia dibawa pergi oleh pengawal-pengawal itu. Yoo Chun hanya bisa berteriak memanggil Ji Min, begitu pula dengan Ji Min yang hanya bisa berteriak memanggilnya.

***

                Ji Min pulang ke rumahnya. Kakaknya langsung memeluknya ketika ia baru masuk dari pintu depan rumahnya. “Ji Min-ah.. Apa kau tidak apa-apa? Apa kau terluka?” tanya Han Ga In sambil memeriksa seluruh tubuh adiknya. “Unnie, apa yang terjadi?” tanya Ji Min. Han Ga In mengajak adiknya ke dalam kamarnya.

                Dia menceritakan apa yang telah terjadi. “Aboji.. Aboji dituduh menggelapkan uang perusahaan. Sekarang Aboji sedang di kantor polisi untuk dimintai keterangan. Semua bukti mengarah padanya, sulit bagi Aboji untuk mengelaknya,” tutur Ga In. “Aboji, dia tidak mungkin melakukan itu kan, Unnie?” Ji Min meneteskan air matanya. “Tentu saja. Ayah pasti akan bebas dari tuduhannya,” Ga In memeluk adiknya. Dia juga meneteskan air mata. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh seorang anak yang baru berumur 10 dan 13 tahun. Mereka berdua menangis bersama.

***

                Seperti biasanya, setelah pulang seolah Ji Min berada di taman bermain yang terletak di belakang sekolahnya. Dia menatap langit. Kau kemana? Sudah dua minggu tidak masuk sekolah. Aku merindukanmu, Yoo Chun-ssi.

***

16 tahun kemudian..

                Sebuah pesawat dari New York ke Seoul baru saja tiba. “Ahh.. Akhirnya kita tiba di Seoul,” kata Eun Hye yang kemudian menoleh ke pria di sebelahnya. Pria itu hanya tersenyum padanya. “Aku ingin mengajakmu bertemu seseorang,” Eun Hye merangkul tangan pria itu. “Mianhae, tapi aku ada janji dengan seseorang,” kata pria itu. Eun Hye memanyunkan bibirnya. “Baiklah, tidak apa-apa,” Eun Hye tersenyum dan kemudian mereka naik taksi yang berbeda.

                Pria itu sampai di tempat tujuannya. Sebuah taman bermain yang sedikit mengalami perubahan dari terakhir dia lihat. Sekarang terlihat lebih modern. Dia duduk di salah satu ayunan dari dua ayunan. “Terasa lebih sempit dari yang terakhir aku duduki,” dia tersenyum gembira karena selama 16 tahun lamanya tidak bisa datang ke taman bermain sekolahnya dulu. Aku datang, Ji Min-ssi.


Di Jinan..

                “Terima Kasih. Datanglah lagi jika kalian ingin berkunjung,” kata seorang gadis yang menundukan kepalanya dengan sopan sambil tertawa ceria di hadapan para pengunjung asing. “Han Ji Min!” teriak seorang gadis. Ji Min menoleh ke belakang. “A, Eun Hye-ah,” Ji Min menghampiri temannya. Eun Hye memegang tangan Ji Min, “Bagaimana kabarmu? Sekarang kau bekerja sebagai pemandu wisata?” Ji Min menjawab, “Em, seperti yang kau lihat, aku sangat baik. Bagaimana denganmu?” Eun Hye menegakkan badannya. “Seperti yang kau lihat, aku sangat baik,” katanya. Mereka tertawa.

                Eun Hye adalah teman akrab Ji Min. Mereka satu sekolah saat mereka duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Eun Hye pindah ke Amerika, tepatnya ke kota New York, pada saat ia berumur 20 tahun. Dia kuliah di sana, dan saat itulah ia bertemu dan mengenal Yoo Chun.

                “Dimana Ga In unnie? Aku ingin bertemu dengannya,” kata Eun Hye sambil merangkul lengan Ji Min. “Aku akan mengantarkanmu padanya,” jawab Ji Min. “Pekerjaanmu sudah selesai? Aku akan menunggu sampai pekerjaanmu selesai,” tutur Eun Hye. “Aku sudah menyelesaikan pekerjaanku. Aku akan minta pada bos untuk pulang lebih awal,” Ji Min tersenyum senang. “Baiklah.” Mereka berjalan bersama.

***

                Seorang pria dengan pakaian yang mencurigakan sedang duduk di sebuah café yang terkenal bagus kualitasnya. Pria itu meneguk kopi hangat sambil melirik ke pintu depan café tersebut. Topi hitam, kacamata hitam, jas hitam, kemeja abu-abu, celana jeans hitam, dan sepatu hitam. Berpenampilan seperti seorang detektif yang misterius.

                Pintu café itu terbuka. Pria itu langsung mengangkat tangannya ke atas seperti layaknya memberi kode. Orang yang baru masuk ke café tersebut menghampirinya. “Omo! Kau ini seorang mata-mata, ya?” kata Yoo Chun (orang yang menghampiri pria itu) dan kemudian tertawa.

                “Diamlah! Seseorang bisa mengenaliku,” pria itu menarik tangan Yoo Chun dan menyuruhnya cepat duduk. “Aku seperti ini kan karena ingin bertemu denganmu, hyung,” lanjut pria itu. “Tapi tidak berlebihan seperti ini kan?” Yoo Chun menahan tawanya. “Lepaskan topi dan kacamatamu!” perintahnya. Pria itu menuruti kata-kata hyung-nya.

                Dia memeluk Yoo Chun dan berkata, “Hyuuung.. Aku sangat merindukanmu.” Hampir seluruh orang yang berada di café itu menatap mereka. “Ya! Ini sangat memalukan. Orang lain bisa mengenalimu,” ucap Yoo Chun. Ia melepaskan pelukan temannya itu. Pria itu kembali duduk di tempatnya.

                “Bagaimana hubunganmu dengan Eun Hye noona?” tanya Soo Hyun, pria yang tadi berpenampilan misterius. “Berjalan baik,” jawabnya. “Baguslah,” ucap Soo Hyun sambil meminum kopinya lagi. Yoo Chun juga memesan kopi yang sama. Mereka bercakap-cakap seperti layaknya teman lama bertemu kembali. Dan itulah kenyataannya.

                Setelah itu, Soo Hyun mengajak hyung-nya ke suatu tempat. Ia akan memperkenalkan seseorang yang ia nilai gadis yang banyak bicara dan galak. Tetapi bagi Soo Hyun itu hanya penampilan luarnya saja. Ia yakin bahwa gadis itu baik hati dan sangat manis.

                KSH’s Style itulah tempat yang mereka tuju. “Kim Soo Hyun’s Stlye?” tanya Yoo Chun. Soo Hyun mengangguk dan berkata, “Ini adalah ruangan khusus untuk pakaianku. Dan kau akan segera bertemu dengan gadis yang kuceritakan itu.”

                Han Ga In muncul di belakang Soo Hyun dan membuatnya terkejut. “Mengejutkan saja!” tutur Soo Hyun. “Siapa dia?” tanya Ga In. Soo Hyun belum sempat menjawab, seseorang datang ke ruangan pakaiannya. “Yoo Chun-ssi? Kau ada di sini?” kata Eun Hye yang baru saja datang bersama Ji Min. “Kebetulan sekali!” tambahnya. Eun Hye merangkul lengan Yoo Chun dan berkata, “Nah, akan kuperkenalkan. Dia adalah kekasihku, namanya Park Yoo Chun.”

Ji Min dan Ga In menoleh ke arah Yoo Chun. “Yoo Chun-ssi, ini adalah Han Ji Min, teman SMAku. Yang ini kakaknya, namanya Han Ga In,” Eun Hye memperkenalkan mereka dengan gembira. Han Ji Min? batin Yoo Chun. Park Yoo Chun? batin Ji Min. Mereka berdua saling menatap.


(to be continued..)
Annyeonghaseyo! Unnie, Oppa, dan yang lainnya, apa kabar?
Kali ini Chloe mau kasih kabar kalau Chloe bakal ngepost fan fiction yang baru :D tapi ada kendala sedikit, jadi harus ditunda. Jangan kemana mana yaa! Fan fiction kali ini pasti kalian suka (^-^) Charly udah kirim ceritanya ke Chloe. Mohon bersabar yaa

Annyeong!

Wednesday, April 3, 2013

True Dream - Kim Shang Bum & Kim So Eun Fan Fiction (Part 4)




Writer: Charly
True Dream
                Kim Bum pingsan dan tergeletak di atas jalan. So Eun panik dan segera minta pertolongan pada keluarga Kim. Dengan cepat, mereka membawa Kim Bum ke rumah sakit. Apa yang terjadi dengannya? Mengapa tiba-tiba oppa pingsan? Sebelum itu keadaannya masih baik-baik saja seperti biasanya. So Eun menangis melihat wajah Kim Bum yang pucat dan tak berdaya juga khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Kenapa kau seperti ini? Bangunlah oppa.. Air mata So Eun mengalir dengan deras.

                Sesampainya di rumah sakit, Kim Bum segera ditangani oleh dokter pribadinya. Dokter pribadi? Itu sempat membuat So Eun bingung, tetapi dia tidak mau memikirkan hal itu dulu. Dia hanya memikirkan keadaan Kim Bum yang saat ini sedang berada di ruang ICU.

                Keluarga Kim terlihat sedih. Nyonya Kim juga tidak tega melihat So Eun yang tidak mengatahui apa-apa. “Ahjuma, sebenarnya apa yang terjadi dengannya? Kenapa dia tiba-tiba pingsan di depanku?” tanya So Eun dengan suara tersedu-sedu. “Lalu.. Apa maksudnya dengan dokter pribadi? Apa dia sering pingsan seperti ini?” lanjutnya. Nyonya Kim menggenggam tangan So Eun dan mengajaknya ke taman rumah sakit.

                “Duduk dan tenanglah, aku akan menjelaskan semuanya.” Nyonya Kim mulai bercerita.

               “So Eun, memang sudah seharusnya ahjuma menceritakan yang sebenarnya. Apa kau ingat, dulu saat Kim Bum dan kau berusia 6 tahun, kami pindah rumah ke Seoul bukan?” tanya nyonya Kim.

                “Ne.. aku ingat,” jawab So Eun.

                “Saat di perjalanan menuju Seoul, mobil yang kami naiki mengalami kecelakaan.”

                “Ke.. Kecelakaan?”

           “Kami semua selamat. Tetapi.. Kim Bum mengalami luka yang cukup parah di kepalanya. Dia terlempar keluar mobil dan kepalanya terbentur keras ke jalan.”

                “Apa?” So Eun terkejut. Dia tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya.

             “Akibatnya, dia sering merasa sakit di kepalanya. Maka itu, dia harus terus check-up ke dokter untuk meringankan rasa sakitnya. Dokter berkata, semakin lama dia dapat melupakan hal-hal dalam hidupnya. Dia bisa lupa pada diriku juga padamu, So Eun-ah. Tidak dapat disebut sebagai amnesia, karena dampaknya baru dirasakannya akhir-akhir ini. Maka itu, bantulah dia agar tidak kehilangan ingatannya.” Nyonya Kim tidak dapat menahannya, air matanya pun mengalir deras. Begitu pun dengan So Eun.

             “Hei.. Jika suatu saat aku akan melupakan semua hal, ada satu hal yang tak ingin kulupakan dan aku tidak akan pernah melupakannya. Kau tahu apa itu?”
                “Aku tidak tahu. Memangnya apa hal yang tidak ingin kau lupakan itu?”
                “Kau.. Hal yang tidak ingin kulupakan adalah kau. Walau aku lupa dengan semuanya, tapi aku tidak akan pernah lupa kalau aku pernah mengenalmu.”

                Oppa, kenapa kau tidak menceritakan hal ini padaku? Kenapa? So Eun memandang Kim Bum dari luar kaca ruang ICU yang transparan.


***

Seminggu kemudian…


                So Eun datang ke rumah sakit untuk bertemu oppa-nya yang sampai saat itu belum tersadarkan dari tidurnya. Wajahnya sangat bahagia. Saat membuka pintu kamar tempat Kim Bum dirawat, ia langsung menjatuhkan keranjang buah dan berlari menuju ruang dokter. Dokter Park (dokter pribadi Kim Bum) mengatakan bahwa Kim Bum telah dikirim ke salah satu rumah sakit di Amerika.

                “Keluarga Kim telah memindahkannya ke Amerika. Mereka memutuskan untuk membuka lembar baru untuk anak laki-lakinya,” kata dokter Park. “Apa maksud anda? Membuka lembar baru?” tanya So Eun dengan wajah paniknya. “Kim Bum-ssi, dia tidak bisa mengingat siapa-siapa. Tengah malam ia tersadar dari tidur lamanya. Dia tidak mengingat siapa pun. Kami, para dokter tidak bisa melakukan apa-apa. Lalu keluarga Kim segera memutuskan membawanya ke Amerika untuk memulai kehidupan Kim Bum yang baru,” jelas dokter Park.

                Mendengar penjelasan dokter Park, So Eun keluar dari rumah sakit dengan wajah murung, seolah telah kehilangan sesuatu yang berharga baginya.

           So Eun mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya. Oppa, kenapa kau jahat padaku? Kenapa kau harus pergi meninggalkanku sebelum aku sempat memberitahukan hal ini padamu. Air matanya tidak dapat berhenti mengalir dan terus menangis sepanjang jalan. Dia tidak tahu arah jalan yang ia tuju. Langkah demi langkah ia berjalan tanpa mengetahui ada seseorang yang sudah cukup lama mengikutinya dari belakang. Orang itu adalah Jung Il Woo. Jangan seperti ini, So Eun-ah. Harusnya kau tersenyum bahagia, bukan menangis sepanjang jalan seperti ini.


***


Dua tahun kemudian..

                “So Eun-ah! Bagaimana kabarmu disana? Bogosipho..”

                “Min Ah eonni.. Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu? Nol bogosipdago, eonni.

             “Aku baik-baik saja. Kau tahu, aku sangat bosan dengan dua pria disampingku. Mereka sama sekali tidak mengasikkan. Apalagi Il Woo oppa, dia terlihat lebih diam. Mungkin dia merasa kehilanganmu,” bisik Min Ah di telepon.

                Lee Seung Gi merebut ponsel Min Ah dari genggamannya.

               “So Eun-ah, cepat lah kau kembali. Lihatlah eonni-mu ini. Dia ini menjadi lebih galak jika tidak ada kau.”

                “Yaaa!” teriak Min Ah dan memukul kekasihnya itu.

                So Eun hanya tertawa. Dia juga sangat merindukan saat-saat dimana ia berada bersama mereka. Sebuah suara menghentikan lamunannya.

                “So Eun-ah? Hei, Kim So Eun?”

                “Il Woo oppa?

                “Kapan kau pulang? Dua tahun kita tidak bertemu. Cepatlah pulang! Apa kau tidak merindukan kami?”

                 “Mianhae, oppa. Ada hal yang masih ingin aku kerjakan di sini.”

          “Sepertinya kau lebih suka tinggal di sana. Apa ada pria tampan di sana? Jangan-jangan kau manfaatkan beasiswa belajar melukismu di Amerika untuk mencari seorang bule tampan?”

                 “Oppa!”

                 “Aku hanya bercanda. Bagaimana belajar di sana?”

                “Di sini menyenangkan, aku sangat nyaman belajar di sini. Kemampuan melukisku pun meningkat.”

                “Benarkah? Kau memang hebat!”

                “Gomawo.”

                 “Kau merasa kesepian?”

                “Mm,” gumam So Eun.

                “Cepatlah pulang. Segera selesaikan urusanmu. Oke?”

                “Oke.”

                 “Jagalah dirimu dengan baik! Kau harus selalu sehat.”

                “Ne, oppa.”

                “Baiklah, aku harus mengurus dua orang yang sedang bertengkar dibelakangku.”

                 “Ne, annyeong.”

                “So Eun-ah..” panggil Il Woo sebelum mereka mengakhiri pembicaraan.

                “Mm?” gumam So Eun lagi.

                “Bogosipho..”

                “Bogosipho, oppa.”

         Mereka mengakhiri pembicaraanya. Kau masih mencarinya So Eun-ah. Kau belum bisa melupakannya. Seseorang memegang pundak Il Woo. “Oppa, kau mengakhiri pembicaraan dengan So Eun?” tanya Min Ah. Il Woo mengangguk. “Yaaa! Kenapa kau tutup telephone-nya? Aku masih ingin berbicara dengannya!” Min Ah memukul pundak Il Woo. “Kau ini.. Memangnya hanya kau yang ingin berbicara dengan So Eun? Hah?” sambung Seung Gi. “Ahh.. Kalian ini!” teriak Il Woo yang membuat kedua temannya itu saling menatap heran. “Mungkin ini salah kita,” bisik Seung Gi.

                   “So Eun-ah, jika suatu saat aku akan pergi lagi, apa yang akan kau lakukan?”
                   “Aku akan mencarimu
.
                   “Benarkah? Bagaimana kalau aku pergi jauh?”
                   “Aku akan berusaha
sampai bisa menemukanmu.”
                  
“Apa kau sanggup?”
                   Tentu saja.
       “Jika kau berhasil menemukanku, bawalah serangkai bunga yang menjadi tanda pertemuan kita.”
                   “Kenapa harus membawa serangkai bunga?”
       “Sebagai tanda selamat bertemu kembali. Itu adalah sambutan yang hangat, bukan? Jika kau membawa serangkaian bunga itu, artinya kau bersungguh-sungguh mencariku.”
       “Oppa, kau ini seorang pria. Kenapa menyukai bunga?”
       “Karena aku penasaran bagaimana rasanya seorang pria diberi serangkai bunga dari seorang wanita.”

                  Oppa, selama dua tahun aku selalu membawa serangkai bunga. Aku yakin suatu saat kita akan bertemu. Aku tidak akan menyerah mencarimu. Sebelum aku menemukanmu, aku tidak ingin pulang ke Seoul. So Eun bangkit dari duduknya. Serangkaian bunga digenggamannya. Ya, selama dua tahun ini ia selalu membawa serangkai bunga kemana pun ia pergi pada waktu luang.

               Dia berjalan-jalan di sekitar taman. Kakinya terhenti saat dia melihat sosok pria yang ia kenal. Oppa? Apa itu kau? So Eun berlari mendekati pria itu. “Oppa? Kim Bum oppa?” So Eun menarik tangan pria itu dari belakang. “Ini benar-benar kau. Akhirnya aku bisa menemukanmu. Aku berhasil, oppa!” So Eun tersenyum bahagia dengan mata yang berlinang-linang namun menahan air matanya yang akan jatuh mengalir. “Kau kenal aku?” tanya pria itu.


(to be continued)

************************

True Dream (Part 5)

Fluttershy - Working In Background