Sunday, July 31, 2016

Princess Hours Fan Fiction (Part 6)




Author: Chloe 
Characters: Lee Shin, Shin Chae-kyeong, Min Hyo-rin


Siang itu terasa jauh lebih cerah dibanding hari-hari sebelumnya, padahal kondisi di dalam istana saat ini jauh lebih redup dan berkabut. Sinar matahari sangat terik. Sangat tidak sehat bagi keluarga kerajaan untuk menghabiskan waktunya di luar istana, begitulah memang yang nampak terlihat dalam lingkungan istana. Tidak banyak orang yang melakukan aktivitas di luar gedung-gedung istana. Hanya terlihat sedikit dayang yang berlalu-lalang, melakukan pekerjaan mereka sebagaimana mestinya, mengantarkan makanan dan minuman atau keperluan lainnya yang mendesak mereka untuk keluar. Bahkan para penjaga pun berupaya sebaik mungkin untuk menutupi dirinya dari teriknya matahari.

Para pers tidak lagi berada di depan pagar-pagar tinggi yang menghalangi gedung pemerintahan itu. Pihak istana telah melarang keras agar media tidak ikut campur dalam beberapa hari yang diharapkan menjadi hari-hari tenang. Saat ini acara berita di televisi hanya menyiarkan janji pihak kerajaan, yang akan mengadakan jumpa pers jika keluarga kerajaan telah memutuskan tindak lanjut terhadap kasus Nona Min Hyo-rin, yang tentu saja telah banyak mencoreng nama kerajaan. Putra Mahkota Lee Shin kini menjadi sorotan setiap media dan namanya tak lagi harum. Berita skandal ini telah memberikan efek yang sangat buruk baik terhadap aktivitasnya, juga terhadap hubungan di dalam istana. Pihak kerajaan telah membatalkan semua aktivitas anggota istananya karena kasus yang sangat memalukan ini. Bahkan banyak masyarakat yang berkomentar, bahwa kerajaan sedang berupaya menutupi diri mereka dan menutup pagar istana rapat-rapat.

Masyarakat kini mempertanyakan apa yang akan terjadi selanjutnya. Banyak desas-desus bertebaran dimana-mana. Semua orang membicarakannya. Apakah yang akan terjadi pada nona Min Hyo-rin yang sedang mengandung? Ada kabar yang mengatakan Hyo-rin pasti akan disuap untuk menutupi segalanya. Ada juga yang bilang kalau Putri Mahkota pasti akan segera menceraikan Putra Mahkota, apalagi dulu ada kabar yang beredar bahwa mereka tidak ingin bersama lagi. Semua hal sangat membingungkan, bahkan keluarga kerajaan pun tidak tahu harus berbuat apa. Mana yang benar dan mana yang salah?

Satu-satunya kenyataan yang tidak diketahui publik, Putri Mahkota sedang sangat sakit dan dia juga sedang mengandung. Bahkan pihak kerajaan tidak mampu mengabarkan berita bahagia ini kepada seluruh rakyatnya. Berita ini justru akan memperburuk keadaan. Begitulah buruknya perasaan Chae-kyeong saat ini. Bahkan berita yang harusnya membuat dia bahagia malah menjadi malapetaka bagi kerajaan. Dia juga tidak tahu harus memihak siapa. Dia tidak tahu harus mempercayai siapa. Dia tidak tahu harus bertumpu kepada siapa. Saat ini dia masih berada di dalam mimpinya yang gelap. Dia belum sadar sama sekali dari hari sebelumnya, ketika dia akhirnya jatuh pingsan dan terkulai lemas di atas tempat tidurnya.

Shin tidak pernah jauh meninggalkan Chae-kyeong. Dia sangat khawatir ketika Chae-kyeong pingsan dan menggendongnya langsung ke kamar. Sejak saat itu dia selalu duduk di samping Chae-kyeong dan mengganti kompresnya setiap jam. Chae-kyeong sangat pucat dan badannya panas. Dokter bilang dia akan segera baikan setelah tidur yang panjang dan dia akan baik-baik saja. Shin tidak mendengarnya sebagai berita baik. Dia tetap mengawatirkan Chae-kyeong. Mungkin Chae-kyeong akan sembuh saat ini, tetapi dia akan kembali stress di hari-hari berikutnya.

Pada malam harinya, Ibu Chae-kyeong datang menjenguk. Shin meneleponnya sendiri dan berharap dia akan datang untuk menjaga putrinya, yang menurut Shin akan sangat membutuhkan kehadirannya saat ini. Ibu Chae-kyeong tidak banyak bicara ketika dia akhirnya sampai di Paviliun Putra dan Putri Mahkota. Dia hanya tersenyum masam ketika melihat Shin. Dia terlihat sangat sedih dan kawatir. Dia mengganti kompres Chae-kyeong sekali dan kemudian mengajak Shin keluar untuk bicara.

“Yang Mulia, aku tahu aku akan menyinggungmu dengan pertanyaan ini, tapi aku berharap kamu mau memperlakukanku seperti ibu mertua yang sebenarnya. Aku ingin kau jujur,” kata Ibu Chae-kyeong dengan sangat lembut.

“Aku bersumpah aku tidak melakukannya. Aku ingin kau mempercayaiku, walau aku yakin akan sangat sulit bagimu dan Chae-kyeong untuk percaya.” Shin bicara dengan sungguh-sungguh dan dia terlihat takut, tidak seperti dirinya yang biasa.

“Bukan begitu. Tentu aku percaya jika kau bicara seperti ini, tapi kurasa Chae-kyeong tidak akan percaya dengan mudah. Aku tahu apa yang kalian hadapi saat ini. Masyarakat tidak akan percaya karena desas-desus lama antara Putra Mahkota dengan nona itu, dan Chae-kyeong pun bukan anak yang pintar berlogika. Aku sangat mencemaskan kondisinya, tetapi aku tidak bisa tinggal. Dan ibu hamil tidak boleh stress sama sekali, apa kau mengerti itu?”

Shin diam selama beberapa saat. Dia menatap ibu Chae-kyeong dengan kaget sekaligus sangat berterima kasih. “Terima kasih karena telah mempercayaiku. Bahkan orang tuaku saat ini tidak benar-benar percaya.”

Ibu Chae-kyeong menepuk pundak Shin dengan lembut. “Tidak hanya Chae-kyeong yang harus istirahat. Kau juga melalui masa yang sulit. Kau juga harus banyak istirahat. Aku bicara seperti ini sebagai seorang ibu yang percaya pada menantunya. Aku sangat berharap kau akan selalu menjaga Chae-kyeong.”

Tak lama dari perbincangan itu, ibu Chae-kyeong akhirnya pamit pulang karena dia tidak bisa tinggal. Shin kembali menemani Chae-kyeong di kamar sambil membaca buku dan mengecek keadaan Chae-kyeong sesekali.


 


Pagi berikutnya Shin pergi mengunjungi paviliun Ibu Suri setelah yakin panas Chae-kyeong sudah turun. Kondisi Ibu Suri tak jauh berbeda dari Chae-kyeong yang sedang sakit, tapi bedanya Ibu Suri tidak panas, melainkan kesehatannya saja yang menurun. Ibu Suri sangat terpukul dengan kejadian yang menghebohkan ini, apalagi dengan mata kepalanya sendiri dia telah melihat bukti yang sangat kuat.

“Bagaimana kondisi Bigung?” Ibu Suri duduk di kursi kesayangannya sambil menyeruput teh bunga kesukaannya. Dia nampak semakin tua dengan kerut-kerut di wajahnya.

“Harusnya Ibu Suri mengawatirkan kondisi Ibu Suri sendiri,” kata Shin dengan lembut. “Bigung sudah membaik. Dia pasti akan segera sadar.”

“Baguslah kalau begitu,” kata Ibu Suri, dengan perlahan-lahan ia menaruh gelas tehnya ke atas meja.

“Apakah Ibu Suri telah mengambil keputusan?”

“Putra Mahkota, aku tahu kau berada di bawah tekanan saat ini. Bahkan berita ini menjadi tekanan bagi seluruh anggota kerajaan. Raja dan Ratu telah datang menghadap untuk membicarakan hal serupa, dan kuyakin walau mereka sangat marah kepadamu, tapi mereka ingin yang terbaik bagimu dan juga warganya. Dan kini aku tidak tahu bagaimana caranya menyampaikan apa yang telah kami putuskan.” Otot-otot wajah Shin menegang. Dia tahu hal itu akan terjadi. “Putra Mahkota, dengarkan lah aku sebagai nenekmu. Ini bukan keinginan kami untuk melukaimu, tetapi ini adalah kewajiban kami dan tanggung jawab kami pada kegelisahan rakyat-rakyat di luar sana. Nama kerajaan telah tercoreng dan kita harus melakukan yang terbaik dengan tidak menambah corengannya.”

“Yang Mulia Ibu Suri, apa yang harus aku lakukan?”

“Tidak ada pilihan lain selain menerima Nona Min Hyo-rin di dalam istana. Jika kita membiarkannya di luar sana, rakyat akan semakin mengecam kerajaan. Kita harus memperhatikan gerak-geriknya, apa yang dia lakukan, kemana dia pergi, dan cara terbaik untuk membuntutinya adalah dengan memasukkannya ke dalam pengawasan kerajaan. Itulah ide yang paling baik untuk saat ini. Aku harap dengan kedatangannya, Putra dan Putri Mahkota tidak akan terganggu. Aku ragu Putri Mahkota bisa mengerti. Dia pasti akan semakin terpuruk dan dia akan berprasangka buruk terhadap kami. Untuk itu aku sangat berharap Putra Mahkota akan meyakinkannya dan tetap menjaganya selama masa kehamilannya.”

Shin tidak menjawab. Dia tahu hal itu pasti terjadi. Pikirannya melayang-layang, bingung dan frustasi.

“Dan kami juga mempertimbangkan untuk mengirim Putri Mahkota keluar istana, tentu saja jika masalah ini menjadi semakin rumit. Putri Mahkota semakin lemah saat ini, dan aku sangat khawatir hal ini akan berlanjut. Dia bisa pergi selama kehamilannya.”

 
 
Ruangan itu gelap gulita, namun semakin lama terlihat semakin terang. Chae-kyeong membuka kedua matanya dan bangkit perlahan-lahan. Dayang-dayangnya berlari mendekatinya dan membantunya untuk duduk.

Mama, apakah Mama sudah merasa baik?” tanya Lady Choi dengan sangat khawatir.

“Aku.. tidur ya? Sudah berapa lama?” Chae-kyeong memungut kompres di atas dahinya.

“Sudah hari kedua setelah Mama pingsan.”

“Yaampun.” Chae-kyeong memegang perutnya dan buru-buru meneguk segelas air di samping tempat tidurnya. Dia minta dibawakan makanan dan susu.

“Apakah ada hal lain yang Mama inginkan?”

Chae-kyeong menggeleng dengan penuh semangat. Dia menghabiskan makanannya dengan cepat. Lalu dia turun dari atas tempat tidurnya dan pergi mandi. Setelah mandi, Chae-kyeong kembali naik ke atas tempat tidurnya dan mengambil ponsel untuk menelepon ibunya.

“Umma!” kata Chae-kyeong dengan penuh semangat setelah mendengar suara ibunya di ujung sana.

“Ya! Apa yang membuatmu bersemangat di keadaan seperti ini?”

“Lady Choi bilang Umma datang saat aku sakit. Aku hanya merindukan masakan Umma.”

“Eiih, apa kamu sedang ngidam?”

“Aku masih belum bisa percaya soal hamil, Umma. Jangan bilang seperti itu.”

“Lalu kenapa kau telepon sesenang itu? Apa kepalamu rusak setelah tidur dua hari?”

“Hmm.. aku cuma berusaha menghibur diri, kok.”

“Yaa, Chae-kyeong-ah. Apa aku harus mengingatkanmu lagi kalau—“

“De, de, de. (Ya, ya, ya) Aku cuma pingin tahu, apa Umma ada waktu siang ini?”

“Siang ini? Wae?”

“Aku mau ke rumah sakit untuk cek, tapi kurang ngerti. Tenang aja, aku udah sembuh kok.”

“Eiiih, benarkah?” Ibu Chae-kyeong sedikit terkejut karena ajakan ini. “Araseo, berpakaianlah yang baik.”

Ibu Chae-kyeong tidak menyadari bahwa gadis itu meneleponnya karena merasa sepi. Gadis itu mengajaknya pergi karena merasa bosan. Gadis itu mengajaknya karena ingin lari dari masalahnya. Semua itu hanyalah alasan agar dia bisa keluar dan tidak memikirkan masalahnya. Satu-satunya orang yang dibutuhkannya saat ini adalah ibunya, sama seperti gadis lain jika berada dalam masalah. Tidak ada tempat lain untuk bertumpu, maka itulah Chae-kyeong hanya punya ibunya seorang, dan hanya ibunya yang mampu membuatnya tenang.

Shin sudah kembali, namun Chae-kyeong sudah pergi. Shin sangat marah karena Chae-kyeong pergi tanpa memberitahunya. Apalagi Chae-kyeong baru saja sembuh. Shin berusaha menelepon Chae-kyeong dengan gelisah. Dia menelepon beberapa kali tetapi tidak ada jawaban. Hanya pesan operator yang menjawab teleponnya. Dia jalan mondar-mandir dan terus berupaya menelepon. Ketika panggilan kepuluhan kalinya tidak dijawab, Shin membanting ponselnya dengan marah ke atas tempat tidur.

Dia duduk di atas tempat tidur, memegangi kepalanya dengan frustasi. Bahkan di kondisi seperti ini tidak ada yang bersamanya, tidak ada yang mempercayainya. Dan dia sadar Chae-kyeong telah memutuskan untuk tidak berada di sisinya.

To be continued..

*****************************

Berlanjut ke part 7 :D

Princess Hours Part 7

Sunday, July 24, 2016

My New Official Blog - Chloe's Thoughts

Dalam rangka untuk menulis artikel-artikel seru, Chloe akhirnya membuka blog baru berisi pemikiran Chloe. Yeaaaah!

Semua alasan kenapa Chloe bikin blog baru ada di post pertama di Chloe's Thoughts. Tolong support dan stay tune di kedua blog Chloe :D untuk mengakses blog kedua Chloe, tinggal klik di page 'Chloe's Thoughts' di atas yaa. Bisa juga dengan mengklik gambar di bawah ini!

chloe-thought.blogspot.com




Fluttershy - Working In Background