Wednesday, June 21, 2017

True Dream - Kim Shang Bum & Kim So Eun Fan Fiction (Part 5)




Writer: Chloe
Credit to Charly


True Dream


                “Kau kenal aku?”

Pria itu menampakkan wajah yang tenang. Diiringi dengan hembusan angin yang menyapu wajahnya, raut mukanya mulai berubah. Matanya tidak seindah yang So Eun ingat, dan hidungnya berubah menjadi sedikit lebih besar. Mulutnya tidak setipis yang dia tahu. Wajah Kim Bum yang tersirat pada muka pria itu sekarang berubah menjadi orang lain. Dia bukan Kim Bum. Apa yang So Eun lihat hanyalah sebuah fatamorgana, dan hal itu membuatnya kecewa.

“Ma—maafkan aku. Aku kira kau seseorang yang aku cari.”

Pria itu memandang So Eun dengan bingung. “Yang kau cari itu pria Korea lainnya, ya?”

“Apakah kau orang Korea?” tanya So Eun, kali ini dengan bahasa korea.

“Tentu saja! Memangnya aku ini tidak kelihatan seperti orang Korea?”

“Bu—bukan begitu,” So Eun membungkukkan badannya dengan kikuk. “Maaf, bisa saja kau datang dari negara lain di Asia. Aku dengar banyak—“

“Sudahlah, aku terlambat bertemu dengan client ku, dan sekarang kau menahanku disini.” Pria itu mengecek jam tangannya dan berkata, “Aku harap kau menemukannya. Good luck!

So Eun mengepalkan sebelah tangannya ketika pria itu berjalan menjauhinya. Yaampun, kenapa aku bisa bertemu dengan pria semacam itu di negara sebesar ini! Sombong sekali.

Hari itu tidak berhenti disana. So Eun kembali ke rumahnya, sebuah apartemen kecil di pinggir jalan raya, nyaman dan sedikit berdebu, tapi sangat murah. Setelah beasiswanya habis dan dia tidak mendapatkan santunan dana hidup, So Eun harus pindah dari asramanya ke tempat tinggal yang baru, kalau dia mau tetap tinggal di Amerika. Masalahnya adalah uang yang dia miliki tidak akan pernah cukup kalau dia tidak segera mencari pekerjaan. Sudah dua minggu ini tidak ada pekerjaan yang cocok untuknya, dan menjadi seorang pelukis bukanlah hal yang mudah. Dia mulai menjual lukisannya via online, karena tidak banyak harapan ada pameran yang akan merekrutnya dan melelang lukisan-lukisannya. Sebagai orang asing, cukup kecil kemungkinan untuk menjadi sangat terkenal.

So Eun tidak bisa mengelak bahwa alasan utamanya tetap tinggal adalah untuk menemukan Kim Bum yang telah hilang. Dia tahu kemungkinan itu sangatlah kecil, tapi kalau dia hanya duduk dan menunggu, Kim Bum tidak akan kembali. Walaupun Kim Bum berada di belahan negara yang lain, So Eun tidak boleh menyianyiakan kesempatan untuk bertemu lagi dengannya.

So Eun membuka pintu apartemennya, menaruh tas di gantungan dan segera merangkai bunga yang dia bawa sejak tadi. Setiap hari selalu ada bunga baru untuk vas-vas bunganya. Dia sudah punya lima vas yang selalu digantinya bergantian. Hari ini salah satu bunga di vas itu sudah layu. Dia membuangnya dan mengganti dengan bunga yang baru.

“Bunga ungu yang harum dan segar,” katanya sambil merangkai bunga-bunga itu.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Dia menarik ponsel itu dari kantung celananya dan menyelipkan di telinganya.

“Hallo?”

Seseorang berdeham dari ujung sana. “Ms. Kim? Ini aku, Richard Monero yang tertarik dengan lukisanmu. Apakah kau bisa datang sore ini?”

“Sore ini?” So Eun berpikir sejenak. “Ya, aku akan membatalkan jadwal untuk Anda. Apakah arsiteknya datang hari ini?”

“Ya, dia sudah ada bersamaku sekarang. Kami sedang membicarakan perkembangan apartemenku, dan sepertinya dia ingin bertemu denganmu terlebih dahulu karena aku bilang sebagian besar ruang akan diisi lukisan Ms. Kim.”

“Baiklah, aku akan tiba sekitar pukul lima kalau begitu?”

“Baiklah. Terima kasih.”

***

So Eun sudah tiba di depan apartemen tinggi yang sangat modern itu. Dia mengecek sekali lagi alamat yang tertera pada sms Mr. Monero. Ternyata pria ini jauh lebih kaya dari yang dia bayangkan. Apartemen ini jelas baru selesai dibangun dan punya banyak sekali lantai. Lobby nya sangat modern dan luas. Ada pelayan yang membukakan pintu untuk tamu. Sepertinya apartemen ini memang diciptakan untuk orang-orang kaya saja. Sulit untuk menebak berapa harga yang harus dibayar untuk membeli satu unit. Kalau dibandingkan apartemen So Eun, mungkin ini dua puluh kali lipat lebih mahal.

So Eun menunggu di lobby. Dia duduk di salah satu sofa beludru yang sangat hangat, sambil membayangkan seperti apa wujud Mr. Monero yang sudah memesan begitu banyak lukisannya di internet. Apakah dia pendek dan gempal? Mungkin sudah tiga puluh kalau didengar dari suaranya. Apakah dia tampan dan berkumis tebal seperti yang ada di kartun-kartun.

Tiba-tiba suara pria yang dimaksud terdengar. “Ms. Kim?”

So Eun berpaling, dan dia menemukan seorang pria yang masih sangat muda, berdiri disana. Rambutnya coklat dan disisir menyamping, sangat rapi dan elegan. Kulitnya sangat pucat, dengan mata abu-abu keperakan, hidung yang mancung dan senyum yang sangat lebar. Dia terlihat masih berusia dua puluhan, dengan pakaian setelan jas yang agak kasual.

So Eun menerima jabatan tangan pria itu. “Senang sekali kau bisa hadir. Arsitekku menunggu di atas. Kita bisa langsung ke atas?”

Ada perasaan aneh yang menyelimuti So Eun, dan sepertinya Richard Monero menyadarinya.

“Te—tenang saja, Ms. Kim. Aku tidak akan membohongimu.” Pria itu kelihatan bingung dan panik. “Gedung ini milikku. Kau bisa bertanya pada setiap karyawan disini.”

Saat itu juga So Eun tidak bisa menahan diri untuk tidak menganga. Oke, ini adalah kali pertama So Eun bertemu dengan pria yang sangat kaya raya di Amerika. Pantas saja dia mau membeli begitu banyak lukisannya dan berkata akan bernegosiasi tentang harganya karena dia butuh bantuan sampai apartemennya selesai.

“Ja—jadi yang Anda maksud dengan apartemen bukan hanya sebuah unit saja? Ta—tapi sebesar ini?” tanya So Eun terbata-bata.

Monero tertawa dengan sopan. “Ya, aku akan menggantung lukisan-lukisanmu di beberapa tempat. Mungkin kita butuh bicara terlebih dahulu.” Pria itu duduk di salah satu sofa tunggal yang juga dilapisi beludru merah.

“Ta—tapi kenapa karyaku? Sepertinya tuan bisa membeli karya-karya mahal pelukis terkenal. Ada banyak sekali pelukis hebat dari masa ke masa, bahkan ada begitu banyak karya lain yang lebih mahal dan indah. Aku bukan pelukis sehebat itu, Sir.”

“Tunggu dulu, tunggu dulu.” Monero menyuruh pelayannya menyuguhkan dua gelas teh panas di hadapan mereka. Monero mengambil cangkirnya dan menyeruput tehnya. “Ada alasan untuk itu.

“Aku memang sedang mencari lukisan untuk mengisi dindingku yang masih kosong. Kalau kau lihat lobby ini, mungkin lobby ini sudah selesai dibuat berkat arsitekku, tapi banyak ruang yang kosong dan belum selesai.

“Suatu hari aku menemukan salah satu karyamu dan aku terpana. Aku sangat menyukai Monet, dan kau memberikan kesan Monet pada lukisan itu. Aku sangat menyukainya dan mulai mencari sumbernya. Akhirnya aku menemukan website mu dan mulai mencari lebih banyak lukisan. Apa kau tahu? Untuk apa membeli lukisan mahal jika ada tiruan yang sama bagusnya tapi dengan harga yang cukup murah. Maaf aku tidak bermaksud mengatakan lukisanmu murahan, tapi sangat untung dibanding mencari kesempatan membeli lukisan mahal yang dijaga ketat oleh pemerintah.”

So Eun memiringkan kepalanya dan berpikir. “Sepertinya aku memahami sudut pandang Anda, dan terima kasih telah memujiku, tapi karyaku tidak mungkin disandingkan dengan Monet.” Dia sekarang lebih rileks dan sudah mau mengambil cangkir lain di meja kopi itu. “Lalu bisakah Anda menceritakan siapa Anda sebenarnya, Sir? Aku merasa sangat bingung.”

“Aku? Aku hanya seorang pemilik apartemen, itu saja. Richard Monero yang tidak terkenal.”

Sekarang perasaan curiga sudah hilang dari wajah So Eun. Dia kelihatan agak senang. Jika Monero sebenarnya orang yang sangat penting, mungkin dia punya banyak informasi. Tapi apakah Monero sebegitu pentingnya sampai bisa mencari Kim Bum? Ah, pikiran gila ini muncul lagi.

“Aku sangat yakin kau akan jadi pelukis hebat, Ms. Kim. Entah kenapa aku merasakan ada aura itu di dirimu.” Monero menaruh kembali cangkirnya ke atas meja. “Bisa kau cerita tentang dirimu sebelum kita naik?”

“Aku Kim So Eun, baru saja lulus. Aku bukan pelukis ternama disini, hanya dapat beasiswa untuk kuliah. Aku memutuskan untuk tidak pulang ke Seoul dan sedang mencari pekerjaan. Aku kaget saat Tuan menelepon dan bilang akan membeli karya-karyaku. Yaa, saat ini pekerjaanku hanya menjual lukisan lewat internet. Aku tidak tahu akan selaku ini.”

“Apa tidak ada penelepon lain yang menawar lukisan itu selain aku?” tanya Monero dengan sangat penasaran.

“Ya, sebenarnya ada orang di hari yang sama menelepon untuk membeli dua dari semua yang kau pilih. Dia menelepon terlebih dahulu. Tapi akhirnya kujual semuanya pada Tuan karena Tuan membeli banyak sekali. Rasanya tidak lengkap kalau lukisan itu terpisah satu sama lain.”

“Terpisah?”

“Pria itu mau membeli lukisan anak perempuan dan anak laki-laki yang kugambar, tapi tidak mau membeli panel lukisan ketiga.”

“Oh, aku tahu yang kau maksud. Lukisan tiga panel itu?”

“Iya, aku beri judul ‘Cherry, Mint and Violet’.”

“Hmm, baiklah. Ayo kita segera ke atas.”

Monero memimpin jalan. Dia masuk ke dalam lift lebih dulu, diikuti So Eun yang terbata-bata. Ruangan yang mereka masuki terlihat seperti sebuah lorong panjang dengan jendela-jendela kaca yang menggantikan dinding. Sepertinya ada beberapa ballroom tersembunyi dibalik tirai-tirai sutra yang mengantung di balik kaca. Mereka tidak memasuki ruangan-ruangan itu, tetapi tetap berjalan lurus melewatinya dan berbelok ke kanan. Plafon semakin lama semakin meninggi, terlihat ada undakan dan ornamen-ornamen melengkung terpasang disana. Mereka memasuki sebuah pintu kayu besar dengan ornamen garis-garis lurus keemasan. Sekarang plafon sudah digantikan dengan skylight, jendela atap kaca, dan dinding-dinding marmer putih berulir kelabu menutupi setiap inci ruangan.

“Kau akan mengisi ini dengan apa?” tanya So Eun dengan sangat penasaran.

“Awalnya ini untuk fasilitas spa, tapi aku berubah pikiran melihat jendela atap kaca itu.” Monero memegang dinding marmernya. “Ruangan ini cantik sekali. Aku akan menjadikannya sebuah ruang pameran.”

Hati So Eun sekali lagi ingin menjerit. Benarkah? Jadi karyaku akan ada disini dan dinikmati oleh orang-orang? Sungguh? Apakah ini awal yang baru? Apakah benar ini takdirku untuk tetap tinggal di Amerika?

“Aku akan menaruh salah satu karyamu disini, tapi hanya yang ada unsur Koreanya saja. Sisanya akan kupilih lokasinya nanti.”

“Terima kasih banyak, Mr. Monero! Omoo, aku tidak bisa bernapas.” So Eun tersenyum sangat lebar. Dia tidak bisa menahan diri lagi, dia harus melompat untuk merayakannya. “Kau akan memajang ‘The Silent Dancer’ disini? Omoooo omoo, aku tidak menyangka akan seperti ini!”

Monero tertawa melihat reaksi So Eun. “Aku tahu kau akan senang hati datang hari ini.”

So Eun tidak bisa berhenti melompat dan tertawa. Dia sangat bahagia. Ini adalah karya pertamanya yang akan dipajang. Walau ini bukan museum ternama, tapi ini sebuah apartemen mewah dengan fasilitas lengkap, besar, mahal, dan pasti orang-orang hebat akan datang untuk melihat-lihat.

Tiba-tiba sebuah suara tak asing bicara dari belakang So Eun.

“Mr. Monero?”

So Eun berhenti. Ekspresinya tiba-tiba berubah menjadi datar.

“Ah, ini dia arsitek yang mau aku kenalkan padamu, Ms. Kim!” kata Monero dengan bersemangat.

So Eun berputar. Dia berdiri diam disana. Tidak ada kata yang keluar darinya. Suasana menjadi hening sejenak. So Eun mendapati bahwa dugaannya memang benar.


To be Continued..

*********

Terima kasih sudah selalu setia! Maaf bahasa Chloe memang beda banget sama Charly hehehe. Semoga kalian menikmati lanjutan singkat ini yaa <3 Tunggu kelanjutan ceritanya!

Tuesday, June 20, 2017

BIG NEWS

Annyeong, chingguuuu! Sudah lama tidak kembali 😂 (Baru tahu bisa pakai emoji)

This is a big news, karena akan ada hadiah spesial buat readers semua, yaitu hadiah spesial merayakan 5 tahun terbentuknya blog ini. Yeaaaaaay *backsound tepuk tangan*

Ini bukan big news tentang blog ini akan ditutup. Tidak kok hehehe jangan kaget mendengar judulnya ya. Justru Chloe mau mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya karena telah bersama selama 5 tahun ini, bahkan masih ada readers yang setia menunggu selama bertahun-tahun 💓 Terima kasih sudah setia menunggu hehehe terima kasih sudah tumbuh dewasa bersama Chloe, dari Chloe masih SMP sampai akhirnya kuliah dan pusing dengan masa depan. Dari tulisan Chloe yang masih alakadarnya.. hingga lebih rapi *padahal ga jauh beda*. Well, mimpi Chloe sebagai penulis sampai sekarang belum bisa kecapaian, karena sibuk dengan bidang lain juga dan gak ada waktu untuk melanjutkan novel-novelku tercinta 😭

Terima kasih juga sekarang viewers nya sudah sampai 80k lebih! WOW! Sedikit lagi menuju 100k. Gumawoooooo 💕

Nah, untuk merayakan 5 tahun Chloe Fan Fiction Land, dan 80k viewers blog ini, Chloe punya hadiah spesial. Apakah itu? Jeng jerejeng jeng jeng..

Bukan hadiah objek atau sesuatu yang bisa dimakan sih. Mungkin tidak pantas juga disebut hadiah.


Chloe sudah memutuskan.. untuk melanjutkan "True Dream" yang dikarang oleh Charly. Berhubung Charly tidak punya waktu dan sibuk dengan dunia nyata, Chloe sudah minta ijin untuk melanjutkan True Dream dari sudut pandang Chloe. "True Dream" ini salah satu fan fiction lama yang sangat populer semenjak tahun 2012 dan rasanya sayang sekali kalau tidak dilanjutkan. Untuk mengobati rasa penasaran kalian dengan kelanjutan ceritanya, Chloe akan membuat part-part selanjutnya!




Untuk itu, cek post berikutnya untuk baca cerita lanjutan "True Dream" :D annyeong!


Love, Chloe xx

Fluttershy - Working In Background