You'll love this song! <3
Tuesday, August 8, 2017
Wednesday, June 21, 2017
True Dream - Kim Shang Bum & Kim So Eun Fan Fiction (Part 5)
Writer: Chloe
Credit to Charly
True Dream
“Kau kenal aku?”
Pria itu
menampakkan wajah yang tenang. Diiringi dengan hembusan angin yang menyapu
wajahnya, raut mukanya mulai berubah. Matanya tidak seindah yang So Eun ingat,
dan hidungnya berubah menjadi sedikit lebih besar. Mulutnya tidak setipis yang
dia tahu. Wajah Kim Bum yang tersirat pada muka pria itu sekarang berubah
menjadi orang lain. Dia bukan Kim Bum. Apa yang So Eun lihat hanyalah sebuah
fatamorgana, dan hal itu membuatnya kecewa.
“Ma—maafkan aku.
Aku kira kau seseorang yang aku cari.”
Pria itu
memandang So Eun dengan bingung. “Yang kau cari itu pria Korea lainnya, ya?”
“Apakah kau
orang Korea?” tanya So Eun, kali ini dengan bahasa korea.
“Tentu saja! Memangnya
aku ini tidak kelihatan seperti orang Korea?”
“Bu—bukan
begitu,” So Eun membungkukkan badannya dengan kikuk. “Maaf, bisa saja kau
datang dari negara lain di Asia. Aku dengar banyak—“
“Sudahlah, aku
terlambat bertemu dengan client ku, dan sekarang kau menahanku disini.” Pria
itu mengecek jam tangannya dan berkata, “Aku harap kau menemukannya. Good luck!”
So Eun
mengepalkan sebelah tangannya ketika pria itu berjalan menjauhinya. Yaampun, kenapa aku bisa bertemu dengan pria
semacam itu di negara sebesar ini! Sombong sekali.
Hari itu tidak
berhenti disana. So Eun kembali ke rumahnya, sebuah apartemen kecil di pinggir
jalan raya, nyaman dan sedikit berdebu, tapi sangat murah. Setelah beasiswanya
habis dan dia tidak mendapatkan santunan dana hidup, So Eun harus pindah dari
asramanya ke tempat tinggal yang baru, kalau dia mau tetap tinggal di Amerika.
Masalahnya adalah uang yang dia miliki tidak akan pernah cukup kalau dia tidak
segera mencari pekerjaan. Sudah dua minggu ini tidak ada pekerjaan yang cocok
untuknya, dan menjadi seorang pelukis bukanlah hal yang mudah. Dia mulai
menjual lukisannya via online, karena tidak banyak harapan ada pameran yang
akan merekrutnya dan melelang lukisan-lukisannya. Sebagai orang asing, cukup
kecil kemungkinan untuk menjadi sangat terkenal.
So Eun tidak
bisa mengelak bahwa alasan utamanya tetap tinggal adalah untuk menemukan Kim
Bum yang telah hilang. Dia tahu kemungkinan itu sangatlah kecil, tapi kalau dia
hanya duduk dan menunggu, Kim Bum tidak akan kembali. Walaupun Kim Bum berada
di belahan negara yang lain, So Eun tidak boleh menyianyiakan kesempatan untuk
bertemu lagi dengannya.
So Eun membuka
pintu apartemennya, menaruh tas di gantungan dan segera merangkai bunga yang
dia bawa sejak tadi. Setiap hari selalu ada bunga baru untuk vas-vas bunganya.
Dia sudah punya lima vas yang selalu digantinya bergantian. Hari ini salah satu
bunga di vas itu sudah layu. Dia membuangnya dan mengganti dengan bunga yang
baru.
“Bunga ungu yang
harum dan segar,” katanya sambil merangkai bunga-bunga itu.
Tiba-tiba
ponselnya berdering. Dia menarik ponsel itu dari kantung celananya dan
menyelipkan di telinganya.
“Hallo?”
Seseorang
berdeham dari ujung sana. “Ms. Kim? Ini aku, Richard Monero yang tertarik
dengan lukisanmu. Apakah kau bisa datang sore ini?”
“Sore ini?” So
Eun berpikir sejenak. “Ya, aku akan membatalkan jadwal untuk Anda. Apakah
arsiteknya datang hari ini?”
“Ya, dia sudah
ada bersamaku sekarang. Kami sedang membicarakan perkembangan apartemenku, dan
sepertinya dia ingin bertemu denganmu terlebih dahulu karena aku bilang sebagian
besar ruang akan diisi lukisan Ms. Kim.”
“Baiklah, aku
akan tiba sekitar pukul lima kalau begitu?”
“Baiklah. Terima
kasih.”
***
So Eun sudah
tiba di depan apartemen tinggi yang sangat modern itu. Dia mengecek sekali lagi
alamat yang tertera pada sms Mr. Monero. Ternyata pria ini jauh lebih kaya dari
yang dia bayangkan. Apartemen ini jelas baru selesai dibangun dan punya banyak
sekali lantai. Lobby nya sangat modern dan luas. Ada pelayan yang membukakan
pintu untuk tamu. Sepertinya apartemen ini memang diciptakan untuk orang-orang
kaya saja. Sulit untuk menebak berapa harga yang harus dibayar untuk membeli
satu unit. Kalau dibandingkan apartemen So Eun, mungkin ini dua puluh kali
lipat lebih mahal.
So Eun menunggu
di lobby. Dia duduk di salah satu sofa beludru yang sangat hangat, sambil
membayangkan seperti apa wujud Mr. Monero yang sudah memesan begitu banyak
lukisannya di internet. Apakah dia pendek dan gempal? Mungkin sudah tiga puluh
kalau didengar dari suaranya. Apakah dia tampan dan berkumis tebal seperti yang
ada di kartun-kartun.
Tiba-tiba suara
pria yang dimaksud terdengar. “Ms. Kim?”
So Eun
berpaling, dan dia menemukan seorang pria yang masih sangat muda, berdiri
disana. Rambutnya coklat dan disisir menyamping, sangat rapi dan elegan.
Kulitnya sangat pucat, dengan mata abu-abu keperakan, hidung yang mancung dan
senyum yang sangat lebar. Dia terlihat masih berusia dua puluhan, dengan
pakaian setelan jas yang agak kasual.
So Eun menerima
jabatan tangan pria itu. “Senang sekali kau bisa hadir. Arsitekku menunggu di
atas. Kita bisa langsung ke atas?”
Ada perasaan
aneh yang menyelimuti So Eun, dan sepertinya Richard Monero menyadarinya.
“Te—tenang saja,
Ms. Kim. Aku tidak akan membohongimu.” Pria itu kelihatan bingung dan panik. “Gedung
ini milikku. Kau bisa bertanya pada setiap karyawan disini.”
Saat itu juga So
Eun tidak bisa menahan diri untuk tidak menganga. Oke, ini adalah kali pertama
So Eun bertemu dengan pria yang sangat kaya raya di Amerika. Pantas saja dia
mau membeli begitu banyak lukisannya dan berkata akan bernegosiasi tentang
harganya karena dia butuh bantuan sampai apartemennya selesai.
“Ja—jadi yang
Anda maksud dengan apartemen bukan hanya sebuah unit saja? Ta—tapi sebesar ini?”
tanya So Eun terbata-bata.
Monero tertawa
dengan sopan. “Ya, aku akan menggantung lukisan-lukisanmu di beberapa tempat.
Mungkin kita butuh bicara terlebih dahulu.” Pria itu duduk di salah satu sofa
tunggal yang juga dilapisi beludru merah.
“Ta—tapi kenapa
karyaku? Sepertinya tuan bisa membeli karya-karya mahal pelukis terkenal. Ada
banyak sekali pelukis hebat dari masa ke masa, bahkan ada begitu banyak karya
lain yang lebih mahal dan indah. Aku bukan pelukis sehebat itu, Sir.”
“Tunggu dulu,
tunggu dulu.” Monero menyuruh pelayannya menyuguhkan dua gelas teh panas di
hadapan mereka. Monero mengambil cangkirnya dan menyeruput tehnya. “Ada alasan
untuk itu.
“Aku memang
sedang mencari lukisan untuk mengisi dindingku yang masih kosong. Kalau kau
lihat lobby ini, mungkin lobby ini sudah selesai dibuat berkat arsitekku, tapi
banyak ruang yang kosong dan belum selesai.
“Suatu hari aku
menemukan salah satu karyamu dan aku terpana. Aku sangat menyukai Monet, dan
kau memberikan kesan Monet pada lukisan itu. Aku sangat menyukainya dan mulai
mencari sumbernya. Akhirnya aku menemukan website mu dan mulai mencari lebih
banyak lukisan. Apa kau tahu? Untuk apa membeli lukisan mahal jika ada tiruan
yang sama bagusnya tapi dengan harga yang cukup murah. Maaf aku tidak bermaksud
mengatakan lukisanmu murahan, tapi sangat untung dibanding mencari kesempatan
membeli lukisan mahal yang dijaga ketat oleh pemerintah.”
So Eun
memiringkan kepalanya dan berpikir. “Sepertinya aku memahami sudut pandang
Anda, dan terima kasih telah memujiku, tapi karyaku tidak mungkin disandingkan
dengan Monet.” Dia sekarang lebih rileks dan sudah mau mengambil cangkir lain
di meja kopi itu. “Lalu bisakah Anda menceritakan siapa Anda sebenarnya, Sir?
Aku merasa sangat bingung.”
“Aku? Aku hanya
seorang pemilik apartemen, itu saja. Richard Monero yang tidak terkenal.”
Sekarang
perasaan curiga sudah hilang dari wajah So Eun. Dia kelihatan agak senang. Jika
Monero sebenarnya orang yang sangat penting, mungkin dia punya banyak
informasi. Tapi apakah Monero sebegitu pentingnya sampai bisa mencari Kim Bum?
Ah, pikiran gila ini muncul lagi.
“Aku sangat
yakin kau akan jadi pelukis hebat, Ms. Kim. Entah kenapa aku merasakan ada aura
itu di dirimu.” Monero menaruh kembali cangkirnya ke atas meja. “Bisa kau
cerita tentang dirimu sebelum kita naik?”
“Aku Kim So Eun,
baru saja lulus. Aku bukan pelukis ternama disini, hanya dapat beasiswa untuk
kuliah. Aku memutuskan untuk tidak pulang ke Seoul dan sedang mencari
pekerjaan. Aku kaget saat Tuan menelepon dan bilang akan membeli karya-karyaku.
Yaa, saat ini pekerjaanku hanya menjual lukisan lewat internet. Aku tidak tahu
akan selaku ini.”
“Apa tidak ada
penelepon lain yang menawar lukisan itu selain aku?” tanya Monero dengan sangat
penasaran.
“Ya, sebenarnya
ada orang di hari yang sama menelepon untuk membeli dua dari semua yang kau
pilih. Dia menelepon terlebih dahulu. Tapi akhirnya kujual semuanya pada Tuan
karena Tuan membeli banyak sekali. Rasanya tidak lengkap kalau lukisan itu
terpisah satu sama lain.”
“Terpisah?”
“Pria itu mau
membeli lukisan anak perempuan dan anak laki-laki yang kugambar, tapi tidak mau
membeli panel lukisan ketiga.”
“Oh, aku tahu
yang kau maksud. Lukisan tiga panel itu?”
“Iya, aku beri
judul ‘Cherry, Mint and Violet’.”
“Hmm, baiklah.
Ayo kita segera ke atas.”
Monero memimpin
jalan. Dia masuk ke dalam lift lebih dulu, diikuti So Eun yang terbata-bata.
Ruangan yang mereka masuki terlihat seperti sebuah lorong panjang dengan
jendela-jendela kaca yang menggantikan dinding. Sepertinya ada beberapa
ballroom tersembunyi dibalik tirai-tirai sutra yang mengantung di balik kaca.
Mereka tidak memasuki ruangan-ruangan itu, tetapi tetap berjalan lurus
melewatinya dan berbelok ke kanan. Plafon semakin lama semakin meninggi,
terlihat ada undakan dan ornamen-ornamen melengkung terpasang disana. Mereka
memasuki sebuah pintu kayu besar dengan ornamen garis-garis lurus keemasan.
Sekarang plafon sudah digantikan dengan skylight, jendela atap kaca, dan
dinding-dinding marmer putih berulir kelabu menutupi setiap inci ruangan.
“Kau akan
mengisi ini dengan apa?” tanya So Eun dengan sangat penasaran.
“Awalnya ini
untuk fasilitas spa, tapi aku berubah pikiran melihat jendela atap kaca itu.” Monero
memegang dinding marmernya. “Ruangan ini cantik sekali. Aku akan menjadikannya
sebuah ruang pameran.”
Hati So Eun
sekali lagi ingin menjerit. Benarkah? Jadi karyaku akan ada disini dan
dinikmati oleh orang-orang? Sungguh? Apakah ini awal yang baru? Apakah benar
ini takdirku untuk tetap tinggal di Amerika?
“Aku akan menaruh
salah satu karyamu disini, tapi hanya yang ada unsur Koreanya saja. Sisanya
akan kupilih lokasinya nanti.”
“Terima kasih
banyak, Mr. Monero! Omoo, aku tidak bisa bernapas.” So Eun tersenyum sangat
lebar. Dia tidak bisa menahan diri lagi, dia harus melompat untuk merayakannya.
“Kau akan memajang ‘The Silent Dancer’
disini? Omoooo omoo, aku tidak menyangka akan seperti ini!”
Monero tertawa
melihat reaksi So Eun. “Aku tahu kau akan senang hati datang hari ini.”
So Eun tidak
bisa berhenti melompat dan tertawa. Dia sangat bahagia. Ini adalah karya
pertamanya yang akan dipajang. Walau ini bukan museum ternama, tapi ini sebuah
apartemen mewah dengan fasilitas lengkap, besar, mahal, dan pasti orang-orang
hebat akan datang untuk melihat-lihat.
Tiba-tiba sebuah
suara tak asing bicara dari belakang So Eun.
“Mr. Monero?”
So Eun berhenti.
Ekspresinya tiba-tiba berubah menjadi datar.
“Ah, ini dia
arsitek yang mau aku kenalkan padamu, Ms. Kim!” kata Monero dengan bersemangat.
So Eun berputar.
Dia berdiri diam disana. Tidak ada kata yang keluar darinya. Suasana menjadi
hening sejenak. So Eun mendapati bahwa dugaannya memang benar.
To be Continued..
*********
Terima kasih sudah selalu setia! Maaf bahasa Chloe memang beda banget sama Charly hehehe. Semoga kalian menikmati lanjutan singkat ini yaa <3 Tunggu kelanjutan ceritanya!
Tuesday, June 20, 2017
BIG NEWS
Annyeong, chingguuuu! Sudah lama tidak kembali 😂 (Baru tahu bisa pakai emoji)
This is a big news, karena akan ada hadiah spesial buat readers semua, yaitu hadiah spesial merayakan 5 tahun terbentuknya blog ini. Yeaaaaaay *backsound tepuk tangan*
Ini bukan big news tentang blog ini akan ditutup. Tidak kok hehehe jangan kaget mendengar judulnya ya. Justru Chloe mau mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya karena telah bersama selama 5 tahun ini, bahkan masih ada readers yang setia menunggu selama bertahun-tahun 💓 Terima kasih sudah setia menunggu hehehe terima kasih sudah tumbuh dewasa bersama Chloe, dari Chloe masih SMP sampai akhirnya kuliah dan pusing dengan masa depan. Dari tulisan Chloe yang masih alakadarnya.. hingga lebih rapi *padahal ga jauh beda*. Well, mimpi Chloe sebagai penulis sampai sekarang belum bisa kecapaian, karena sibuk dengan bidang lain juga dan gak ada waktu untuk melanjutkan novel-novelku tercinta 😭
Terima kasih juga sekarang viewers nya sudah sampai 80k lebih! WOW! Sedikit lagi menuju 100k. Gumawoooooo 💕
Nah, untuk merayakan 5 tahun Chloe Fan Fiction Land, dan 80k viewers blog ini, Chloe punya hadiah spesial. Apakah itu? Jeng jerejeng jeng jeng..
Bukan hadiah objek atau sesuatu yang bisa dimakan sih. Mungkin tidak pantas juga disebut hadiah.
Chloe sudah memutuskan.. untuk melanjutkan "True Dream" yang dikarang oleh Charly. Berhubung Charly tidak punya waktu dan sibuk dengan dunia nyata, Chloe sudah minta ijin untuk melanjutkan True Dream dari sudut pandang Chloe. "True Dream" ini salah satu fan fiction lama yang sangat populer semenjak tahun 2012 dan rasanya sayang sekali kalau tidak dilanjutkan. Untuk mengobati rasa penasaran kalian dengan kelanjutan ceritanya, Chloe akan membuat part-part selanjutnya!
Untuk itu, cek post berikutnya untuk baca cerita lanjutan "True Dream" :D annyeong!
Love, Chloe xx
This is a big news, karena akan ada hadiah spesial buat readers semua, yaitu hadiah spesial merayakan 5 tahun terbentuknya blog ini. Yeaaaaaay *backsound tepuk tangan*
Ini bukan big news tentang blog ini akan ditutup. Tidak kok hehehe jangan kaget mendengar judulnya ya. Justru Chloe mau mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya karena telah bersama selama 5 tahun ini, bahkan masih ada readers yang setia menunggu selama bertahun-tahun 💓 Terima kasih sudah setia menunggu hehehe terima kasih sudah tumbuh dewasa bersama Chloe, dari Chloe masih SMP sampai akhirnya kuliah dan pusing dengan masa depan. Dari tulisan Chloe yang masih alakadarnya.. hingga lebih rapi *padahal ga jauh beda*. Well, mimpi Chloe sebagai penulis sampai sekarang belum bisa kecapaian, karena sibuk dengan bidang lain juga dan gak ada waktu untuk melanjutkan novel-novelku tercinta 😭
Terima kasih juga sekarang viewers nya sudah sampai 80k lebih! WOW! Sedikit lagi menuju 100k. Gumawoooooo 💕
Nah, untuk merayakan 5 tahun Chloe Fan Fiction Land, dan 80k viewers blog ini, Chloe punya hadiah spesial. Apakah itu? Jeng jerejeng jeng jeng..
Bukan hadiah objek atau sesuatu yang bisa dimakan sih. Mungkin tidak pantas juga disebut hadiah.
Chloe sudah memutuskan.. untuk melanjutkan "True Dream" yang dikarang oleh Charly. Berhubung Charly tidak punya waktu dan sibuk dengan dunia nyata, Chloe sudah minta ijin untuk melanjutkan True Dream dari sudut pandang Chloe. "True Dream" ini salah satu fan fiction lama yang sangat populer semenjak tahun 2012 dan rasanya sayang sekali kalau tidak dilanjutkan. Untuk mengobati rasa penasaran kalian dengan kelanjutan ceritanya, Chloe akan membuat part-part selanjutnya!
Untuk itu, cek post berikutnya untuk baca cerita lanjutan "True Dream" :D annyeong!
Love, Chloe xx
Monday, January 16, 2017
Jangan Lupa Baca Juga!
Jangan lupa singgah di blog kedua Chloe yaa! Chloe's Thoughts :D
Chloe udah tulis beberapa artikel yang mungkin kalian suka. Ini Chloe kasih link nya ya :D Selamat membaca!
Chloe udah tulis beberapa artikel yang mungkin kalian suka. Ini Chloe kasih link nya ya :D Selamat membaca!
BAHAS "The Maze Runner Series: The Fever Code" by James Dashner
Saturday, January 14, 2017
Princess Hours Fan Fiction (Part 7)
Author: Chloe ♥
Characters: Lee Shin, Shin Chae-kyeong, Min Hyo-rin
Siang itu
matahari tidak menampakkan wujudnya, sepenuhnya ditutupi awan yang semakin
kelabu, berlalu tiap detik di angkasa. Walau perkiraan cuaca menyatakan hari
tidak akan hujan, sepertinya tidak benar. Jelas hujan akan turun, dan akan
membasahi setiap jalanan di kota yang besar ini, di hari yang sangat tidak
menyenangkan dan sendu. Seakan hujan itu berupaya melengkapi setiap momen
menyedihkan yang sedang terjadi, menuntun orang yang sakit untuk menangis,
menuntun orang yang berduka untuk melepas, dan menertawakan orang yang sedang
bahagia.
Rumah hook itu
adalah rumah lama yang sudah ditinggali selama berpuluh tahun. Kondisinya
memang tidak terlalu buruk, namun semua tetangga tahu jelas apa yang sering
terjadi di dalamnya. Yang terjadi tentu jauh lebih buruk dari wujud rumahnya.
Sudah berpuluh tahun setiap malam, nyonya keluarga Jung yang tinggal di depan
rumah reot itu, mendengar bunyi-bunyi barang pecah yang diduganya piring atau
gelas, terbanting belasan kali dalam semalam, diiringi suara gaduh dan teriakan
pria. Dia tidak yakin siapa pria itu. Dia hanya tahu ada dua orang yang tinggal
disana, yaitu nyonya Min dan putrinya yang cantik. Hal ini membuatnya curiga,
apakah nyonya Min sering didatangi mantan suaminya? Atau itu suara kekasihnya
yang menagih uang? Gosip ini kemudian menyebar ke seluruh rumah di kompleks,
mengalir dari satu mulut ke mulut yang lain.
Keluarga itu
tidak memiliki kerabat yang tinggal dekat, tidak banyak bersosialisasi, dan
hanya terlihat sesekali. Betul-betul sepenuhnya tertutupi pagar rumah dan
semak-semak yang tinggi. Apalagi setelah muncul kabar bahwa anak nyonya Min itu
mengandung anak putra mahkota Lee Shin. Banyak media yang mengerubuni rumahnya,
tidak luput tetangga-tetangga. Setiap hari ada saja wartawan yang menunggu di
depan rumahnya, walau kian hari kian berkurang karena Hyo-rin tidak pernah
menampakkan wujudnya.
Tiba-tiba
terdengar suara gelas pecah.
“Apa katamuu?!”
suara berat itu berasal dari laki-laki beruban yang baru saja menjatuhkan
gelasnya. Mukanya merah padam, tubuhnya agak miring, terlihat jelas berupaya
berdiri dengan tegap. “Wanita itu kabur dan kau tidak membangunkanku??!”
Dia seperti
akan jatuh, tapi kakinya sekali lagi berhasil menyeimbangkan tubuhnya. Sekarang
dia mengambil sebuah botol sake dari lantai dan hendak memukulkannya ke kepala
wanita yang berdiri di hadapannya. Wanita itu tidak berhasil mengelak dengan
baik. Botol itu mengenai pundaknya dan dia menjerit.
“Cepat katakan
kemana dia pergi!” laki-laki itu menunggu untuk memukul lagi.
“Aku akan
membayar hutang-hutang kami secepatnya, tolong jaga dirimu baik-baik.”
Gadis itu
berlari mengambil sebuah tas di dalam kamarnya, kemudian buru-buru menuju pintu
depan dan mengunci pintunya, meninggalkan laki-laki mabuk itu yang kemudian tak
sadarkan diri. Tanpa mengecek keadaan pria itu dulu, gadis itu mengenakan
maskernya dan berjalan pergi.[]
***
“Umma sudah sampai?”
“Aku sedang
menunggu di stasiun. Dimana kau?”
“Dalam
perjalanan pulang.”
“Apa kau
baik-baik saja? Maafkan aku, Hyo-rinie.”
“Tenang saja,
semua akan baik-baik saja. Aku sudah hampir sampai. Kututup dulu teleponnya.
Jaga dirimu, Umma.”
Seperti dugaan
Hyo-rin, ada dua wartawan yang setia menunggu di depan pagar, kehujanan dan
sepenuhnya basah kuyup. Mereka melihatnya dan sudah menyiapkan ponsel untuk
merekam wawancara.
“Nona Min
Hyo-rin, apakah Nona benar-benar akan memasuki istana?” kata wartawan pria
berkaca-mata, bergetar hebat karena kedinginan.
Hyo-rin tidak
mengubris pertanyaan-pertanyaan yang kemudian dilontarkan silih berganti. Dia
tetap berjalan, membuka pintu pagar dan masuk ke dalam. Tak lama setelah
meninggalkan wartawan-wartawan itu, dia kembali. Tapi membawa sebuah tas besar,
seperti tas berpergian, dan sebuah payung. Dia mengunci pintu pagar dan
berjalan pergi, berbelok di gang-gang hingga menemukan jalan raya, dan setelah
itu memberhentikan taxi dan naik tanpa bicara.[]
***
“Apa aku engga
boleh menginap?” tanya Chae-kyeong, duduk di depan televisi sambil memotong
sayur.
“Bersyukur
mereka mengijinkanmu keluar walau Shin tidak tahu. Dan sekarang kau mau mencoba
menginap?” Ibu Chae-kyeong mendengus, mengaduk sopnya dengan cepat.
“Aku kan bisa
coba telepon dia sekarang untuk minta ijin. Lagian dia engga bakal berani
karena sedang bersalah.”
Ibu Chae-kyeong
menutup pancinya dan ikut bergabung dengan Chae-kyeong dan Chae-Jun. “Kamu ini
apa benar-benar tidak merasa bersalah? Kamu pergi saat dia khawatir dan bahkan
belum bicara denganmu.”
“Pig ini memang
bodoh, Umma. Dia tidak bisa berpikir
dengan baik mana yang mungkin mana yang mustahil,” kata Chae-Jun dengan jail.
Dia sedang membaca komik manhwa kesukaannya sambil berbaring di lantai.
Chae-kyeong
berhenti memotong dan menghentakkan pisaunya dengan keras ke talenan. “Ya! Apa
kau sudah mau mati? Apa maksudmu dengan mana yang mungkin dan mustahil??”
“Kami yang
tidak tinggal dengan putra mahkota pun tahu dia tidak mungkin melakukannya. Aku
tidak tahu apa perasaannya tinggal dengan wanita cemburuan sepertimu, Pig.”
“A-A-Apa
katamu?!”
“Sudah, sudah.
Cepat potong itu semua. Dan Chae-jun, lebih baik bantu Ibu, masih banyak yang
harus dimasak.”
“Untuk apa Ibu
masak banyak-banyak? Apa kalian memang sangat sayang padaku? Aku sangat terharu
loh kalian menyambutku di rumah sampai seperti ini.”
“Enak saja
untuk menyambutmu, Pig.”
Chae-kyeong
berhenti memotong lagi. Dia berpikir dan tidak percaya. Dia membelalakan mata
dan sekarang memelototi ibunya.
“Wae?? Ibu tidak mungkin kan tidak
memberitahunya kau ada disini.”
Chae-kyeong
berdiri dan berlari ke dalam kamar. Dia langsung bersembunyi di dalam selimut. “APA
YANG UMMA LAKUKAAN??! BAGAIMANA MUNGKIN KALIAN MEMBERITAHUNYA? INI SUNGGU
MALAPETAKA!”[]
***
Hal itu
benar-benar terjadi. Shin berdiri di depan pagar dengan kantong-kantong
bingkisan. Sesuai arahannya, para pelayan langsung kembali ke mobil dan pergi
setelah seseorang membukakan pagar untuknya. Orang itu adalah Chae-jun, yang
tersenyum dengan hangat, sangat mengidolakan kakak iparnya itu. Dia membantu
mengangkut beberapa kantong Shin.
“Wah, sudah
lama sekali tidak bertemu denganmu, Hyung.”
“Senang bertemu
denganmu lagi,” Shin membalas dengan senyum. “Apakah Chae-kyeong baik-baik saja
seharian ini?”
“Dia bahkan
tidak terlihat sakit sama sekali. Hanya saja.. setelah tahu Hyung mau datang, dia langsung mengurung
diri di kamar. Dia tidak tahu kalau aku sudah memberitahumu soal pergi ke
dokter sama Umma.”
“Oh, begitu.
Mungkin dia benar-benar tidak ingin bertemu denganku, ya?”
“Sudahlah, Hyung, dia memang wanita seperti itu.
Ayo masuk dulu. Ayah dan ibu sudah menunggu.”
Seperti kata
Chae-jun, Ayah dan Ibunya menyambut Shin dengan sangat meriah. Mereka sudah
menyiapkan makan malam yang sangat lengkap, ditata dengan rapi di atas meja
makan pendek di depan televisi. Semuanya duduk mengelilingi meja, kecuali
Chae-kyeong yang masih bergulung di dalam kamar.
“Chae-kyeong-aah,
apa benar tidak mau makan?” teriak Ibu Chae-kyeong yang sedang mengambilkan
nasi untuk masing-masing anggota keluarga.
“Tidak akan
baik untuk bayinya,” sahut Ayah Chae-kyeong.
Shin merasa
sangat bersalah dan mempertanyakan kenapa dia harus datang berkunjung. Tapi dia
merasa bodoh kalau tidak menjemput Chae-kyeong, paling tidak dia harus
menunjukkan perhatian pada Chae-kyeong dan keluarganya. Dengan kehadirannya
pun, Chae-kyeong jadi tidak dimarahi karena keluar istana sembarangan. Pihak
istana tidak akan mencurigai kaburnya Chae-kyeong dari istana. Sekarang pun,
Shin merasa sangat terluka karena Chae-kyeong tidak mau bertemu dengannya. Dia
sepenuhnya hilang harapan dan yakin Chae-kyeong tidak akan memihaknya lagi.
“Pig, kau akan
membunuh bayimu kalau terus seperti itu.”
Kata-kata
Chae-jun ini ternyata berhasil mengetuk hati Chae-kyeong. Dia bangkit walau
masih dalam lilitan selimut.
“Apa yang bisa
kuperbuat. Dia memang bukan ibu yang baik. Aku sangat khawatir dengan bayinya,”
tambah ibu Chae-kyeong.
“Bisa-bisa tak
ada bayi?” kata ayah Chae-kyeong, berkedip ke arah istrinya.
“Tentu bisa tak
ada bayi. Dia kan sudah tidak makan selama sakit. Sembuh pun tidak mau makan.”
Tiba-tiba pintu
kamar terbuka, dan Chae-kyeong yang acak-acakan keluar dari baliknya.
Chae-kyeong menatap anggota keluarganya, dan kemudian menatap langsung Shin
yang juga memandangnya. Dia tidak bicara, berjalan mendekati meja dan duduk di
antara ibunya dan Chae-jun, memaksa adiknya itu bergeser mendekati Shin.
“Kupikir kau masih
mau melanjutkan drama wanita yang tertindas, Pig.”
“Jaga bicaramu!”
kata Chae-kyeong dengan galak. Dia merasa adiknya itu sangat usil, tapi berbeda
dari keusilannya yang dulu, kata-kata Chae-jun sekarang jauh lebih dewasa dan
kadang terdengar ada benarnya.
Mereka memulai
acara makan itu dengan penuh tawa, walau Chae-kyeong tidak sepenuhnya tertawa.
Semua berbincang seperti keluarga. Shin tidak lagi merasa canggung dengan
keluarga itu. Keluarga itu seperti tempatnya terhibur dan sepenuhnya dapat
melepas beban di pundaknya. Berada beberapa menit dengan keluarga ini sudah
membuatnya sangat senang, tersirat dari matanya, dan Chae-kyeong memperhatikan
matanya. Mereka tertawa seperti tidak ada masalah yang sedang menimpa mereka.
Hanya seperti keluarga normal yang akan bertambah anggota.
“Dokter bilang
kondisi kandungan Chae-kyeong sangat baik, walau dia habis sakit beberapa hari.
Sepertinya dia makan sangat baik ketika sadar dan tidur untuk berhibernasi.”
Kata-kata Ibu
Chae-kyeong membuat semua anggota pria di keluarga itu tertawa. Shin terlihat
sangat bersemangat dan bahagia mendengar kabar itu.
“Apa sudah bisa
tahu laki-laki atau perempuan?” tanya Chae-jun dengan semangat, melahap nasi di
piringnya sampai habis.
“Tidak, baru
sekitar tiga bulan. Sepertinya dokter tidak berani memberi tebakan karena akan
sangat berpengaruh dalam silsilah kerajaan.”
“Hyung ingin
laki-laki atau perempuan?” tanya Chae-jun dengan lebih semangat lagi.
Ayah Chae-kyung
berdeham, memperingatkan Chae-jun bahwa pertanyaan itu sangat tidak sopan,
mengingat anggota kerajaan tentu menginginkan putra yang bisa melanjutkan
keturunan.
“Saat ini aku
belum memikirkannya. Tapi yang manapun aku tidak akan kecewa.”
Chae-kyeong
mengerutkan dahinya. Dasar Shin bodoh,
kau bilang padaku ingin laki-laki. Batin Chae-kyeong.
“Kalau Pig sih
pasti mau perempuan, asal jangan sama seperti kepalanya.”
Shin tertawa. “Dia
memang ingin perempuan.”
Pernyataan ini
membuat Ayah dan Ibu Chae-kyeong terkejut. Sepertinya anak mereka itu sudah
mengalami gangguan jiwa. Dia kan dituntut untuk melahirkan putra mahkota
berikutnya.
Percakapan itu
terus berlanjut hingga malam menjelang, hingga akhirnya Shin memutuskan untuk menginap.
Semua anggota keluarga sudah masuk ke dalam kamarnya masing-masing, begitu juga
Chae-kyeong dan Shin. Kamar mereka dipenuhi hawa tidak menyenangkan.
Chae-kyeong tidak bicara semenjak mereka masuk ke dalam kamar.
Tidak tahan
dengan suasana itu lebih lanjut, akhirnya Shin angkat bicara.
“Aku akan tidur
di bawah.”
Dia mengambil salah
satu bantal Chae-kyeong dan selimut dari dalam lemari. Dia masih ingat dengan baik
kamar itu ketika terakhir kali menginap. Dia menggelar selimutnya di lantai,
sementara Chae-kyeong masih berdiri terpaku.
“Dokter bilang
bayi ini sehat,” kata Chae-kyeong, membuat Shin mendongak ke arahnya. “Waktu
dia bilang begitu, saat itu juga aku sadar ada kehidupan yang sedang aku bawa
dan aku harus menjaganya.”
“Aku pasti akan
menja—“
“Dan saat itu
juga aku ingat padamu.” Chae-kyeong menunduk dan merengut. “Aku harap kau ada
bersamaku seperti ayah normal lainnya. Tapi kupikir aku sekali lagi sudah
berubah idiot.”
Shin tersenyum
masam.
“Jangan
membebani dirimu dengan kata-kataku barusan. Aku cuma mengikuti insting wanita
mengandung.”
Shin tidak
mampu bicara. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia tidak pandai dalam hal
mengurus wanita mengandung bahkan juga tidak dalam mengurus wanita normal.
Chae-kyeong
naik ke atas kasurnya, menyelimuti tubuhnya sampai ke dagu. Melihat itu Shin mematikan
lampu dan juga bersiap tidur di atas selimutnya yang kusut. Beberapa menit
berlalu dengan hening, walau keduanya sepenuhnya masih terjaga di atas alas tidurnya.
Hingga akhirnya Chae-kyeong mengakhiri kecanggungan malam itu dengan berkata:
“Kau akan
menjadi ayah, Shin.”
To be Continued...
********************************
Subscribe to:
Posts (Atom)