True
Dream
Aku
tidak tahu alasan dia tidak menghubungiku dua bulan terakhir ini. Shin Min Ah
mengatakan kalau sejak kecil dia memang sering tiba-tiba menghilang tanpa
memberi kabar. Kim Bum tidak pernah memberitahu alasan mengapa dia suka
menghilang seperti itu setiap tahunnya. Tetapi dia tidak pernah menghilang
selama dua bulan seperti ini. Kemanakah dia sebenarnya? Apa yang dia
sembunyikan dariku? So Eun tidak henti-hentinya memikirkan soal Kim Bum yang
sudah dua bulan lamanya menghilang. “Sejak dia SD, biasanya dia tidak masuk
sekolah paling lama hanya seminggu. Tidak seperti saat ini.. dua bulan terlalu
lama,” kata Min Ah. “Aku.. tidak pernah tahu kalau dia suka hilang mendadak
seperti ini. Eonni, kau tahu darimana kalau dia suka mendadak hilang seperti
ini?” tanya So Eun. “Dari bibi Kim, ibunya Kim Bum. Aku pernah bertemu dengan
bibi Kim dan saat itu bibi mengatakan kalau aku tidak boleh heran jika Kim Bum
tiba-tiba menghilang dari sekolah. Aku bertanya apa alasannya, tapi dia tidak
memberitahuku,” jelas Min Ah.
Semenjak
Kim Bum menghilang, So Eun terlihat kesepian walaupun sudah dihibur dan
ditemani oleh eonni dan oppa-oppa-nya itu. Dia merasakan sesuatu yang buruk
terjadi pada Kim Bum. Di bawah pohon rindang yang sejuk dan terletak di
belakang sekolah, air matanya mengalir dengan deras tanpa henti. Dagunya
menyentuh tangannya yang sedang disilangkan di atas lututnya. Dia sangat
kesepian.
Tiba-tiba,
So Eun merasakan ada seseorang yang memegang pundak kanannya dari belakang. Dia
melihat ke belakang dan serasa waktu berhenti pada saat itu. Angin kencang
berhembus melewati mereka tetapi tidak melepaskan pandangan kerinduan yang
mendalam mereka. Orang itu tersenyum pada So Eun dan berkata, “Bagaimana
kabarmu?” So Eun berdiri dan dia tidak bisa menahan air matanya dan terus
mengalir sambil memandangi Kim Bum yang berada di depannya. “Apa kau menungguku
selama ini?” tanya Kim Bum yang sebenarnya tidak tahan membiarkan So Eun
menangis tersedu-sedu di depannya. “Bodoh.. Bodoh!! Tentu saja aku menunggumu
yang tiba-tiba menghilang tanpa meninggalkan jejak seperti itu! Aku.. Aku tidak
akan membiarkanmu lolos dari hukumanmu yang pergi seenaknya saja!” bentak So
Eun dengan suara yang tersedu-sedu. Kim Bum memeluknya dan berusaha
menenangkannya, “Mianhe, mianhe.. Aku tahu kata maaf tidak akan cukup untuk
membayar semua air matamu yang mengalir karenaku selama ini. Tapi, aku tidak
bermaksud membuatmu menungguku selama ini.”
Kim
Bum memberitahu alasan dia menghilang selama dua bulan ini. Dia pergi ke luar
kota untuk menambah wawasan mengenai lukisan. Tapi alasannya itu tidak meyakini
So Eun. Dia merasa Kim Bum sedang berbohong terhadapnya. “Kau tidak bohong
kan?” Kim Bum tidak menjawab pertanyaan So Eun. “Kalau begitu, kenapa kau tidak
menghungiku dan yang lain?” lanjut So Eun. “Itu.. karena signal disana sangat
buruk dan sebenarnya aku juga tidak ingin diganggu, hehe,” jawab Kim Bum dengan
wajah seperti sedang berbohong. “Huh.. Jadi aku itu pengganggu yah?” So Eun membuang
muka darinya. “Bu.. Bukan begitu.. Maksudku..,” belum selesai berbicara, So Eun
langsung mencelanya “Baiklah tidak apa-apa. Apapun alasannya saat ini, tapi
kelak kau pasti akan memberitahukanku alasan yang sebenarnya kan?” So Eun
tersenyum dan percaya pasti ada alasan yang membuat Kim Bum terpaksa berbohong
padanya.
***
Kim
Bum menggandeng tangan So Eun dan mengajaknya jalan-jalan ke suatu tempat. Saat
itu sudah jam pulang sekolah. Tepat di gerbang sekolah, Shin Min Ah, Lee Seung
Gi, dan juga Jung Il Woo memanggil dan menghampiri mereka. Mereka bertiga
senang bisa melihat Kim Bum yang kembali bersekolah lagi di Arts School. Kim
Bum tahu kalau dia akan segera ditanyakan
berbagai pertanyaan mengenai menghilangnya dia selama dua bulan. Dia memutuskan
untuk menghindari mereka. “Mianhe, tapi aku harus segera pergi. Annyeong..,”
Kim Bum melambaikan tangannya sambil tertawa dan menarik tangan So Eun dan
bergegas pergi dari sana.
“Huh dasar..! Anak-anak zaman sekarang
suka kabur begitu saja. Kalau begitu kita pergi juga yuk,” aja Seung Gi menarik
tangan Min Ah. “Kami pergi dulu yah..,” kata Min Ah sebelum pergi meninggalkan
Il Woo. Il Woo hanya tersenyum tipis tetapi wajahnya juga menunjukkan kesedihan
di dalam hatinya.
***
Kim
Bum mengajak So Eun pergi ke rumahnya. “Ah omma, ini So Eun, tetangga kita juga
teman kecilku dulu,” Kim Bum memperkenalkannya. “Annyeonghaseo. Senang bisa
bertemu dengan bibi lagi,” sambut So Eun. “So Eun? Wah.. Bibi senang bisa bertemu
denganmu lagi. Maaf ya bibi tidak segera menemuimu dan keluargamu. Selama ini bibi
hanya bisa mendengar beritamu dari anakku ini,” nyonya Kim terlihat senang
dengan kehadiran So Eun di rumahnya. Tentu saja, karena keluarga mereka juga
sangat akrab. “Ah tidak apa-apa kok, saya juga tidak segera menemui anda.
Mianhamnida,” kata So Eun dengan manis.
Bibi
Kim memuji kemanisan dan kecantikan So Eun yang membuatnya tersipu malu. “Omma,
boleh aku bawa So Eun ke ruang lukisku sebentar?” izin Kim Bum. “Tentu saja.
Tapi setelah itu ibu ingin berbincang-bincang sebentar dengannya.” Kim Bum mengajak
So Eun ke ruang lukisnya.
So Eun
memperhatikan semua lukisan yang ada di ruangan itu. Ada satu lukisan yang
membuat dia terpana dan segera menghampiri lukisan itu. Dua anak kecil yang
manis duduk di atas bukit sambil melihat matahari terbenam. Ya, dua anak itu
tidak lain adalah Kim Bum dan So Eun. “Wah.. Aku ingat dulu kita pernah melihat
matahari terbenam. Kau benar-benar melukisnya seperti nyata,” puji So Eun.
“Gomawo. Tapi aku tidak ingat kapan saat itu kita melihat matahari terbenam,”
kata Kim Bum dengan raut muka yang kecewa pada dirinya sendiri. “Apa kau
ingat?” lanjutnya. “Tentu. Sehari sebelum kau pindah dari rumahmu dulu. Sebelum
pergi kau ingin mempunyai kenangan yang indah bersamaku kan?” So Eun tersenyum
menggodanya. “Benarkah? Aku.. benar-benar tidak ingat kapan itu terjadi.”
Raut wajah So Eun juga berubah, kekecewaan
tertampak jelas di wajahnya. “Hei.. Jika suatu saat aku akan melupakan semua
hal, tapi ada satu hal yang tak ingin kulupakan dan aku tidak akan pernah
melupakannya. Kau tahu apa itu?” tanya Kim Bum. So Eun menatapnya karena heran
kenapa Kim Bum tiba-tiba mengatakan dan bertanya hal itu. “Aku tidak tahu.
Memangnya apa hal yang tidak ingin kau lupakan itu?” tanyanya. Kim Bum
tersenyum sambil menatap So Eun dengan serius dan berkata “Kau.. Hal yang tidak
ingin kulupakan adalah kau. Walau aku lupa dengan semuanya, tapi aku tidak akan
pernah lupa kalau aku pernah mengenalmu.”
So Eun
menjadi panik. Dia merasa sesuatu akan terjadi pada Kim Bum. Kenapa? Kenapa
tiba-tiba kau berkata seperti ini, oppa? Kau ingin pergi lagi? Kau ingin
menghilang lagi seperti waktu itu? pikirnya. So Eun tidak bisa mengendalikan
kepanikkannya itu. Dia bergegas pergi dari ruangan itu dan berpamitan pada
nyonya Kim lalu keluar dari rumah Kim Bum.
“Apa
yang kau lakukan? Kejar dia dan segera tenangkan dia!” ucap Nyonya Kim pada Kim
Bum. Kim Bum segera mengejar So Eun. “Haduh, kenapa anak itu membawa gitar
sih?” nyonya Kim heran dengan anaknya itu. “Mungkin untuk memulihkan suasana,”
kata tuan Kim yang baru saja pulang bekerja dan menghampiri Nyonya Kim.
***
Tepat
di luar rumahnya, Kim Bum memanggil dan meraih tangan So Eun dengan tangan
kanannya (tangan kirinya memegang sebuah gitar), “Hei tunggu..! Kenapa kau
pergi begitu saja?” So Eun melepaskan pegangan Kim Bum, “Habis.. Habisnya kau
berkata yang aneh-aneh saja. Itu membuat perasaanku menjadi buruk.” Kim Bum
memegang tangan So Eun lagi, “Mianhe, aku tidak akan berbicara yang aneh-aneh
lagi. Sekarang hapus air matamu dan perhatikan aku yah..” Kim Bum bersiap-siap
dengan gitarnya dan bersiap untuk menyanyikan lagu I’m going to meet her. “Ehmm.. ehmm..,” Kim Bum mengecek suaranya
dulu lalu mulai bernyanyi. Dan berhasil! Kim Bum berhasil membuat So Eun
tersenyum lagi. “Aku tidak tahu kalau kau bisa bernyanyi,” katanya sambil
tertawa.
Tetapi
setelah bernyanyi, penglihatan Kim Bum tiba-tiba menjadi kabur. Dia tidak bisa
melihat wajah So Eun dengan jelas. Jangan sekarang, kumohon jangan sekarang!
Aku sedang bahagia melihatnya tertawa seperti itu. Jangan sekarang.. (batin Kim
Bum). Dia terjatuh ke trotoar dan kesadarannya semakin lama semakin menghilang…
No comments:
Post a Comment