Author : Chloe ♥
Characters : Joy (Red Velvet), Sungjae (BtoB), Kim Sohyun, Minhyuk (BtoB), Wendy (Red Velvet), Irene (Red Velvet)
“Umma,
eotokke.”
Joy tidak dapat
membendung tangisnya walau dia sudah berusaha keras untuk menyembunyikannya.
Dia berdiri, memegangi gagang telepon sambil gemetar dan menangisi setiap suara
yang dia dengar. Dia tidak bisa mengatakan apapun selain memanggil ibunya dalam
tangis.
“Joyie-ah,
Gwenchana,” kata ibunya setiap Joy memanggil namanya dari sisi telepon yang
lain. “Semuanya baik-baik saja, Joyie-ah. Ibu baik-baik saja disini dan kamu
juga harus bahagia disana.”
Joy tidak bisa
mengatakan apapun dan dia hanya terus menangis sampai akhirnya sambungan
telepon terputus. Dia menaruh gagang telepon itu dengan sangat hati-hati dan
berjalan keluar dari phone booth.
Joy baru saja
kehilangan cincin pemberian ayahnya yang sangat berharga baginya. Ketika masih
kecil, ayah Joy memberikan cincin itu, sebuah cincin dengan lambang infinite
yang berarti tidak pernah berakhir, dengan sebuah ukiran di dalamnya
bertuliskan ‘always’. Cincin itu memiliki pasangan. Satu untuk Joy dan satu
untuk kakak perempuannya, Mina.
Namun ketika
Joy berusia lima tahun, kedua orang tuanya bertengkar dan ayahnya memutuskan
untuk membawa serta Mina pergi meninggalkan rumah. Setelah itu Joy tidak pernah
bertemu dengan ayahnya maupun Mina yang kala itu berusia enam tahun. Mereka
tidak pernah berusaha mencarinya maupun mengabarinya, seakan-akan mereka tidak
lagi menyayanginya seperti yang dulu.
Setelah berusia
sembilan belas tahun, Joy memutuskan untuk datang ke Seoul seorang diri untuk
mencari masa depan dan mengejar impiannya, walau kesulitan menerpanya setiap
hari dari awal kedatangannya di Seoul. Dia tidak punya siapapun, tidak ada
tempat tinggal yang murah, tidak ada yang menjaganya, tidak ada pekerjaan yang
membutuhkannya, sampai akhirnya dia menemukan sebuah kedai makanan yang hanya
dijaga oleh seorang ibu dan anak laki-lakinya.
“Ommo, kenapa
kamu kelihatan begitu lusuh?” tanya ibu pemilik kedai kala itu.
“Mianhamnida,
ahjumma. Apakah kau membutuhkan tenaga kerja?” tanya Joy, memandang ibu pemilik
kedai dan putranya bergantian. “Aku baru datang ke Seoul beberapa hari yang
lalu untuk mendapatkan pekerjaan.”
“Ommo, ommo,
ommo. Kenapa gadis secantik kamu berkelana sendirian di kota sebesar ini?” Ibu
pemilik kedai itu terlihat sangat ramah ketika memegang kedua pundak Joy dengan
tatapan iba.
Joy tidak mampu
memandang mereka berdua lagi. Separuh hatinya menaruh harapan. Ibu pemilik
kedai ini terlihat sangat baik, begitu juga dengan putranya yang terlihat
tampan dan ramah.
“Kebetulan yang
sangat bagus, bukan? Umma, kita tidak perlu membuat iklan,” kata putra pemilik
kedai itu. “Kenalkan, aku Lee Jonghyun.” Si putra pemilik kedai itu menjulurkan
tangan kepada Joy dan tersenyum dengan sangat menawan.
Di saat itulah
Joy mulai menemukan setitik kehangatan di kota Seoul yang sangat besar itu. Ibu
pemilik kedai itu mengijinkan Joy tinggal bersama mereka di sebuah rumah susun
yang sederhana namun sangat bersih dan nyaman. Joy juga mulai akrab dengan
Jonghyun yang sekarang sudah seperti kakak laki-lakinya sendiri. Jonghyun
selalu menjaganya dan memberikan kehangatan di setiap waktu. Mereka menjadi
sebuah keluarga baru yang penuh dengan kebahagiaan.
Sampai akhirnya
kesehatan ibu Jonghyun melemah dan dia tidak bisa bekerja lagi di kedai.
Jonghyun yang sedang kuliah pun tidak bisa menjaga kedai setiap saat, sehingga
dia memberikan tanggung jawab kepada Joy dalam mengelola kedai. Ketika sore
hari Jonghyun akan mampir untuk membantunya hingga malam menjelang dan menutup
toko. Semenjak Ibu Jonghyun sakit, kedai menjadi lebih sepi dan kehilangan pelanggan-pelanggan
setia mereka. Munculnya restoran ternama di dekat kedai mereka juga menjadi sebuah
ancaman. Tagihan dokter ibu Jonghyun dan biaya kuliah Jonghyun membuat keluarga
Lee kelabakan dalam mencari uang. Karena itulah, Joy memutuskan untuk mencari pekerjaan
setengah hari dan membuka kedai pada siang harinya.
Joy sudah
mencari berbagai pekerjaan. Mulai dari pengantar koran, pengantar susu, dan
akhirnya memutuskan untuk menyewa pakaian badut karena melihat banyak sekali
peluang di tempat wisata semacam sungai Cheong Gye Cheon yang ramai. Namun
peristiwa buruk pun terjadi. Bapak penyewa kostum itu menagih uang sewa kepada
Joy, dimana uang penghasilannya sudah habis untuk membeli obat. Akhirnya Bapak
itu malah merebut cincin berharga Joy.
Joy berjalan
menuju kedai makan pukul dua belas siang. Dia membuka toko dengan sangat
murung. Walau sudah berupaya menutupi tangisannya, tetap saja ada air yang
mengalir dari matanya dan buru-buru dia hapus. Dia menyapu dan mengepel kedai
sambil menangis. Mengelap kaca kedai dengan sangat murung sampai-sampai ada
pelanggan yang menanyakan kondisinya. Dia sudah berupaya menghapus air matanya
sampai akhirnya sore hari menjelang tetapi Jonghyun tidak kunjung datang.
Joy melihat jam
sambil membersihkan meja bekas pelanggan. Sudah jam 6, pikir Joy dengan murung.
Apakah Jonghyun oppa sedang sibuk di kampusnya?
Waktu terus
berjalan hingga pukul 7 malam, tetapi Jonghyun tidak kunjung datang, padahal
kedai sedang ramai-ramainya pada jam makan malam tersebut. Joy kewalahan mengurus
semua pelanggan yang datang. Banyak pria-pria mabuk yang menakutkan meminta
dibawakan lagi soju, sementara banyak ibu-ibu yang marah karena pesanannya
belum diantar. Joy tidak bisa melakukannya sendirian. Dia tidak bisa memasak
dan melayani dalam waktu yang sama.
Sampai tutup
kedai pun Jonghyun tidak datang. Akhirnya Joy membersihkan kedai sendirian dan
menutupnya dengan kesal. Memang dia tidak punya ponsel untuk menanyakan
keberadaan Jonghyun, namun dia tetap kesal karena Jonghyun tidak membantunya
hari itu. Joy memang bekerja untuk keluarganya, namun dia tetap membutuhkan
bantuan.
Badan Joy
terasa lelah dan dia ingin segera sampai di rumah. Rasa kesal, sedih, dan lelah
bercampur aduk membuatnya merasa mual dan frustasi. Joy sampai di rumah dengan
wajah yang murung dan membuat Ibu Jonghyun bingung.
“Wae,
Joyie-ah?” tanya Ibu Jonghyun cemas. “Dimana Jonghyun?”
Joy menggeleng
lemah. “Aku tidak tahu, Ahjumma. Dia tidak membantuku hari ini.”
“Apa? Kemana
dia sampai selarut ini?”
Baru saja
dibicarakan, pintu depan terbuka dan Jonghyun masuk dengan sangat letih.
“Aku pulang.”
Joy hanya
berdiri terpaku di tempatnya. Dia tidak ingin menunjukkan kekesalannya, walau
sebenarnya sudah tersirat dari mimik wajahnya.
“Kau kemana
saja?” tanya Ibu Jonghyun, memegang kedua pundak anaknya itu.
“Mianhamnida,
Umma. Setelah pulang kuliah aku mendengar kabar bahwa Perusahaan Yook sedang
membuka lowongan kerja untuk karyawan paruh waktu. Aku pergi kesana untuk
mengikuti audisinya. Aku harus antri sangat panjang untuk melakukan wawancara.”
“Ommoo ommooo
ommo.” Ibu Jonghyun membawanya duduk di sofa. “Yook? Hoesa Yook?”
“Dee, Umma.
Mereka bilang aku masuk tahap berikutnya!” kata Jonghyun dengan penuh semangat.
“Oppa chughae,”
kata Joy. Dia tetap berdiri di posisinya sambil tersenyum.
“Gumawo (terima
kasih). Tapi maafkan aku karena tidak mengabarimu, Joyie-ah. Aku merasa tidak
enak padamu.”
“Ani (tidak),
gwencana.”
Joy pamit masuk
ke dalam kamarnya. Dia menutup pintu dengan perlahan dan bersender di
belakangnya dalam sepersekian detik, lalu jatuh terduduk di lantai.
Hari ini adalah
hari yang sangat melelahkan, dan esok mungkin akan jauh lebih melelahkan.
***
Next Sungjae's story :D
Kenapa gk lanjut author..
ReplyDeletekeren lo critanya..
lanjut dong...
pleasee..