Author: Chloe ♥
Characters: Lee Shin, Shin Chae-kyeong, Min Hyo-rin
Siang itu
terasa jauh lebih cerah dibanding hari-hari sebelumnya, padahal kondisi di
dalam istana saat ini jauh lebih redup dan berkabut. Sinar matahari sangat
terik. Sangat tidak sehat bagi keluarga kerajaan untuk menghabiskan waktunya di
luar istana, begitulah memang yang nampak terlihat dalam lingkungan istana.
Tidak banyak orang yang melakukan aktivitas di luar gedung-gedung istana. Hanya
terlihat sedikit dayang yang berlalu-lalang, melakukan pekerjaan mereka
sebagaimana mestinya, mengantarkan makanan dan minuman atau keperluan lainnya
yang mendesak mereka untuk keluar. Bahkan para penjaga pun berupaya sebaik
mungkin untuk menutupi dirinya dari teriknya matahari.
Para pers tidak
lagi berada di depan pagar-pagar tinggi yang menghalangi gedung pemerintahan
itu. Pihak istana telah melarang keras agar media tidak ikut campur dalam
beberapa hari yang diharapkan menjadi hari-hari tenang. Saat ini acara berita
di televisi hanya menyiarkan janji pihak kerajaan, yang akan mengadakan jumpa
pers jika keluarga kerajaan telah memutuskan tindak lanjut terhadap kasus Nona
Min Hyo-rin, yang tentu saja telah banyak mencoreng nama kerajaan. Putra
Mahkota Lee Shin kini menjadi sorotan setiap media dan namanya tak lagi harum.
Berita skandal ini telah memberikan efek yang sangat buruk baik terhadap
aktivitasnya, juga terhadap hubungan di dalam istana. Pihak kerajaan telah
membatalkan semua aktivitas anggota istananya karena kasus yang sangat
memalukan ini. Bahkan banyak masyarakat yang berkomentar, bahwa kerajaan sedang
berupaya menutupi diri mereka dan menutup pagar istana rapat-rapat.
Masyarakat kini
mempertanyakan apa yang akan terjadi selanjutnya. Banyak desas-desus bertebaran
dimana-mana. Semua orang membicarakannya. Apakah yang akan terjadi pada nona
Min Hyo-rin yang sedang mengandung? Ada kabar yang mengatakan Hyo-rin pasti
akan disuap untuk menutupi segalanya. Ada juga yang bilang kalau Putri Mahkota
pasti akan segera menceraikan Putra Mahkota, apalagi dulu ada kabar yang
beredar bahwa mereka tidak ingin bersama lagi. Semua hal sangat membingungkan,
bahkan keluarga kerajaan pun tidak tahu harus berbuat apa. Mana yang benar dan
mana yang salah?
Satu-satunya
kenyataan yang tidak diketahui publik, Putri Mahkota sedang sangat sakit dan
dia juga sedang mengandung. Bahkan pihak kerajaan tidak mampu mengabarkan
berita bahagia ini kepada seluruh rakyatnya. Berita ini justru akan memperburuk
keadaan. Begitulah buruknya perasaan Chae-kyeong saat ini. Bahkan berita yang
harusnya membuat dia bahagia malah menjadi malapetaka bagi kerajaan. Dia juga
tidak tahu harus memihak siapa. Dia tidak tahu harus mempercayai siapa. Dia
tidak tahu harus bertumpu kepada siapa. Saat ini dia masih berada di dalam
mimpinya yang gelap. Dia belum sadar sama sekali dari hari sebelumnya, ketika
dia akhirnya jatuh pingsan dan terkulai lemas di atas tempat tidurnya.
Shin tidak
pernah jauh meninggalkan Chae-kyeong. Dia sangat khawatir ketika Chae-kyeong
pingsan dan menggendongnya langsung ke kamar. Sejak saat itu dia selalu duduk
di samping Chae-kyeong dan mengganti kompresnya setiap jam. Chae-kyeong sangat
pucat dan badannya panas. Dokter bilang dia akan segera baikan setelah tidur
yang panjang dan dia akan baik-baik saja. Shin tidak mendengarnya sebagai
berita baik. Dia tetap mengawatirkan Chae-kyeong. Mungkin Chae-kyeong akan
sembuh saat ini, tetapi dia akan kembali stress di hari-hari berikutnya.
Pada malam
harinya, Ibu Chae-kyeong datang menjenguk. Shin meneleponnya sendiri dan
berharap dia akan datang untuk menjaga putrinya, yang menurut Shin akan sangat
membutuhkan kehadirannya saat ini. Ibu Chae-kyeong tidak banyak bicara ketika
dia akhirnya sampai di Paviliun Putra dan Putri Mahkota. Dia hanya tersenyum
masam ketika melihat Shin. Dia terlihat sangat sedih dan kawatir. Dia mengganti
kompres Chae-kyeong sekali dan kemudian mengajak Shin keluar untuk bicara.
“Yang Mulia,
aku tahu aku akan menyinggungmu dengan pertanyaan ini, tapi aku berharap kamu
mau memperlakukanku seperti ibu mertua yang sebenarnya. Aku ingin kau jujur,”
kata Ibu Chae-kyeong dengan sangat lembut.
“Aku bersumpah
aku tidak melakukannya. Aku ingin kau mempercayaiku, walau aku yakin akan
sangat sulit bagimu dan Chae-kyeong untuk percaya.” Shin bicara dengan
sungguh-sungguh dan dia terlihat takut, tidak seperti dirinya yang biasa.
“Bukan begitu.
Tentu aku percaya jika kau bicara seperti ini, tapi kurasa Chae-kyeong tidak
akan percaya dengan mudah. Aku tahu apa yang kalian hadapi saat ini. Masyarakat
tidak akan percaya karena desas-desus lama antara Putra Mahkota dengan nona
itu, dan Chae-kyeong pun bukan anak yang pintar berlogika. Aku sangat
mencemaskan kondisinya, tetapi aku tidak bisa tinggal. Dan ibu hamil tidak
boleh stress sama sekali, apa kau mengerti itu?”
Shin diam
selama beberapa saat. Dia menatap ibu Chae-kyeong dengan kaget sekaligus sangat
berterima kasih. “Terima kasih karena telah mempercayaiku. Bahkan orang tuaku
saat ini tidak benar-benar percaya.”
Ibu Chae-kyeong
menepuk pundak Shin dengan lembut. “Tidak hanya Chae-kyeong yang harus
istirahat. Kau juga melalui masa yang sulit. Kau juga harus banyak istirahat.
Aku bicara seperti ini sebagai seorang ibu yang percaya pada menantunya. Aku
sangat berharap kau akan selalu menjaga Chae-kyeong.”
Tak lama dari
perbincangan itu, ibu Chae-kyeong akhirnya pamit pulang karena dia tidak bisa
tinggal. Shin kembali menemani Chae-kyeong di kamar sambil membaca buku dan
mengecek keadaan Chae-kyeong sesekali.
♥
Pagi berikutnya
Shin pergi mengunjungi paviliun Ibu Suri setelah yakin panas Chae-kyeong sudah turun.
Kondisi Ibu Suri tak jauh berbeda dari Chae-kyeong yang sedang sakit, tapi
bedanya Ibu Suri tidak panas, melainkan kesehatannya saja yang menurun. Ibu
Suri sangat terpukul dengan kejadian yang menghebohkan ini, apalagi dengan mata
kepalanya sendiri dia telah melihat bukti yang sangat kuat.
“Bagaimana
kondisi Bigung?” Ibu Suri duduk di
kursi kesayangannya sambil menyeruput teh bunga kesukaannya. Dia nampak semakin
tua dengan kerut-kerut di wajahnya.
“Harusnya Ibu
Suri mengawatirkan kondisi Ibu Suri sendiri,” kata Shin dengan lembut. “Bigung sudah membaik. Dia pasti akan
segera sadar.”
“Baguslah kalau
begitu,” kata Ibu Suri, dengan perlahan-lahan ia menaruh gelas tehnya ke atas
meja.
“Apakah Ibu
Suri telah mengambil keputusan?”
“Putra Mahkota,
aku tahu kau berada di bawah tekanan saat ini. Bahkan berita ini menjadi
tekanan bagi seluruh anggota kerajaan. Raja dan Ratu telah datang menghadap
untuk membicarakan hal serupa, dan kuyakin walau mereka sangat marah kepadamu,
tapi mereka ingin yang terbaik bagimu dan juga warganya. Dan kini aku tidak
tahu bagaimana caranya menyampaikan apa yang telah kami putuskan.” Otot-otot
wajah Shin menegang. Dia tahu hal itu akan terjadi. “Putra Mahkota, dengarkan
lah aku sebagai nenekmu. Ini bukan keinginan kami untuk melukaimu, tetapi ini
adalah kewajiban kami dan tanggung jawab kami pada kegelisahan rakyat-rakyat di
luar sana. Nama kerajaan telah tercoreng dan kita harus melakukan yang terbaik
dengan tidak menambah corengannya.”
“Yang Mulia Ibu
Suri, apa yang harus aku lakukan?”
“Tidak ada
pilihan lain selain menerima Nona Min Hyo-rin di dalam istana. Jika kita
membiarkannya di luar sana, rakyat akan semakin mengecam kerajaan. Kita harus
memperhatikan gerak-geriknya, apa yang dia lakukan, kemana dia pergi, dan cara
terbaik untuk membuntutinya adalah dengan memasukkannya ke dalam pengawasan
kerajaan. Itulah ide yang paling baik untuk saat ini. Aku harap dengan
kedatangannya, Putra dan Putri Mahkota tidak akan terganggu. Aku ragu Putri
Mahkota bisa mengerti. Dia pasti akan semakin terpuruk dan dia akan
berprasangka buruk terhadap kami. Untuk itu aku sangat berharap Putra Mahkota
akan meyakinkannya dan tetap menjaganya selama masa kehamilannya.”
Shin tidak
menjawab. Dia tahu hal itu pasti terjadi. Pikirannya melayang-layang, bingung
dan frustasi.
“Dan kami juga
mempertimbangkan untuk mengirim Putri Mahkota keluar istana, tentu saja jika
masalah ini menjadi semakin rumit. Putri Mahkota semakin lemah saat ini, dan
aku sangat khawatir hal ini akan berlanjut. Dia bisa pergi selama kehamilannya.”
♥
Ruangan itu
gelap gulita, namun semakin lama terlihat semakin terang. Chae-kyeong membuka
kedua matanya dan bangkit perlahan-lahan. Dayang-dayangnya berlari mendekatinya
dan membantunya untuk duduk.
“Mama, apakah Mama sudah merasa baik?” tanya Lady Choi dengan sangat khawatir.
“Aku.. tidur
ya? Sudah berapa lama?” Chae-kyeong memungut kompres di atas dahinya.
“Sudah hari
kedua setelah Mama pingsan.”
“Yaampun.”
Chae-kyeong memegang perutnya dan buru-buru meneguk segelas air di samping
tempat tidurnya. Dia minta dibawakan makanan dan susu.
“Apakah ada hal
lain yang Mama inginkan?”
Chae-kyeong
menggeleng dengan penuh semangat. Dia menghabiskan makanannya dengan cepat.
Lalu dia turun dari atas tempat tidurnya dan pergi mandi. Setelah mandi,
Chae-kyeong kembali naik ke atas tempat tidurnya dan mengambil ponsel untuk
menelepon ibunya.
“Umma!” kata
Chae-kyeong dengan penuh semangat setelah mendengar suara ibunya di ujung sana.
“Ya! Apa yang
membuatmu bersemangat di keadaan seperti ini?”
“Lady Choi
bilang Umma datang saat aku sakit. Aku hanya merindukan masakan Umma.”
“Eiih, apa kamu
sedang ngidam?”
“Aku masih
belum bisa percaya soal hamil, Umma. Jangan bilang seperti itu.”
“Lalu kenapa
kau telepon sesenang itu? Apa kepalamu rusak setelah tidur dua hari?”
“Hmm.. aku cuma
berusaha menghibur diri, kok.”
“Yaa,
Chae-kyeong-ah. Apa aku harus mengingatkanmu lagi kalau—“
“De, de, de.
(Ya, ya, ya) Aku cuma pingin tahu, apa Umma ada waktu siang ini?”
“Siang ini?
Wae?”
“Aku mau ke
rumah sakit untuk cek, tapi kurang ngerti. Tenang aja, aku udah sembuh kok.”
“Eiiih,
benarkah?” Ibu Chae-kyeong sedikit terkejut karena ajakan ini. “Araseo,
berpakaianlah yang baik.”
Ibu Chae-kyeong
tidak menyadari bahwa gadis itu meneleponnya karena merasa sepi. Gadis itu
mengajaknya pergi karena merasa bosan. Gadis itu mengajaknya karena ingin lari
dari masalahnya. Semua itu hanyalah alasan agar dia bisa keluar dan tidak
memikirkan masalahnya. Satu-satunya orang yang dibutuhkannya saat ini adalah
ibunya, sama seperti gadis lain jika berada dalam masalah. Tidak ada tempat
lain untuk bertumpu, maka itulah Chae-kyeong hanya punya ibunya seorang, dan
hanya ibunya yang mampu membuatnya tenang.
Shin sudah
kembali, namun Chae-kyeong sudah pergi. Shin sangat marah karena Chae-kyeong
pergi tanpa memberitahunya. Apalagi Chae-kyeong baru saja sembuh. Shin berusaha
menelepon Chae-kyeong dengan gelisah. Dia menelepon beberapa kali tetapi tidak
ada jawaban. Hanya pesan operator yang menjawab teleponnya. Dia jalan
mondar-mandir dan terus berupaya menelepon. Ketika panggilan kepuluhan kalinya
tidak dijawab, Shin membanting ponselnya dengan marah ke atas tempat tidur.
Dia duduk di
atas tempat tidur, memegangi kepalanya dengan frustasi. Bahkan di kondisi
seperti ini tidak ada yang bersamanya, tidak ada yang mempercayainya. Dan dia
sadar Chae-kyeong telah memutuskan untuk tidak berada di sisinya.
To be continued..
*****************************
Part 7 nya ditunggu2 nich
ReplyDeletePart 7 nya ditunggu2,nich
ReplyDeletePart 7 nya ditunggu2,nich
ReplyDeleteSudah bisa dibaca disini yaa :D http://chloe-fanfiction.blogspot.co.id/2017/01/princess-hours-fan-fiction-part-7.html
DeletePart 7 pleaseeee 😂
ReplyDeleteSudah bisa dibaca disini yaa :D http://chloe-fanfiction.blogspot.co.id/2017/01/princess-hours-fan-fiction-part-7.html
Delete